Melalui supervisi itu, diharapkan korupsi tidak terjadi lagi."
Medan (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan akan memberikan supervisi terhadap lembaga atau kementerian yang terindikasi menjadi tempat praktik tindak pidana korupsi.

Ketika memberikan kuliah umum dalam pelatihan dengan tema "Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi" di Medan, Selasa, Abraham mengatakan pemberian supervisi itu merupakan upaya untuk memadukan penindakan dan pencegahan secara beriringan untuk setiap kasus tindak pidana korupsi yang ditemukan.

Ia menjelaskan perpaduan yang dimaksudkan adalah pemberian supervisi terhadap lembaga atau kementerian tertentu yang pejabatnya ditahan karena melakukan tindak pidana korupsi.

Supervisi itu dilakukan untuk memperbaiki kelemahan sistem di lembaga tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu.

Jika menemukan praktik korupsi di lembaga atau kementerian tertentu, pihaknya akan menurunkan tim supervisi untuk mengetahui penyebabkan praktik merugikan keuangan negara tersebut bisa terjadi.

Setelah itu, pihaknya akan memberikan bantuan mengenai upaya menghindari jebakan korupsi terhadap pegawai di lembaga atau kementerian tersebut.

"Melalui supervisi itu, diharapkan korupsi tidak terjadi lagi," katanya.

Menurut dia, pemberian supervisi tersebut merupakan bentuk pencegahan terjadinya praktik tindak pidana korupsi atas kelemahan sistem yang ada di lembaga atau kementerian tertentu.

Meski tetap melakukan penindakan, tetapi upaya mengedepankan pencegahan tersebut juga sangat penting agar praktik merugikan keuangan negara itu tidak terulang.

Ia mencontohkan praktik dugaan tindak pidana korupsi yang ditemukan di Kementerian Agama beberapa tahun lalu tetapi tidak mendapatkan supervisi dari KPK.

"Korupsi di Kementerian Agama hanya dilakukan penindakan. Sekarang muncul lagi, seperti kasus pengadaan Alquran," katanya.

KPK juga menilai upaya pencegahan tersebut dapat menyelamatkan kerugian keuangan negara lebih banyak.  (I023/I007)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013