Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Batam 25 Juni 2006 untuk membahas kerjasama ekonomi kedua negara di dua wilayah di propinsi Kepulauan Riau, yaitu Batam dan Bintan. Akan tetapi, dalam pertemuan itu Yudhoyono-Lee dipastikan tidak akan menandatangani perjanjian ekstradisi Singapura-Indonesia karena perjanjian tersebut masih dalam proses perundingan. "Presiden akan bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong di Batam pada 25 Juni. Ada dua agenda, yakni menandatangani `framework` kerjasama ekonomi Batam dan menginaugurasi `special economic zone` (kawasan ekonomi khusus, red) Bintan," kata Jubir Kepresidenan Dino Pati Djalal. Selain itu, kedua pemimpin pemerintahan itu, menurut Jubir, akan membicarakan pengkajian hubungan bilateral kedua negara. Ketika menjawab pertanyaan wartawan apakah dalam pertemuan di Batam itu akan ditandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia dengan Singapura, Dino memastikan tidak ada agenda penandatangan perjanjian tersebut. "Perjanjian ekstradisi masih dirundingkan karena dilakukan satu paket dengan kerjasama pertahanan dan terorisme. Hal ini akan dibahas dalam pertemuan empat mata kedua pemimpin," ujarnya. Sejak pertama kali digulirkan pada Januari 2005, perundingan perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura telah berlangsung sebanyak tujuh kali, yaitu pada 17-18 Januari 2005 (di Singapura), 11-12 April 2005 (Indonesia), 15-16 Agustus 2005 (Singapura), 31 Agustus-1 September 2005 (Indonesia), 13-14 September 2005 (Singapura), 14-15 November 2005(Indonesia) dan 23-24 Februari 2006 di Singapura. Oleh sebagian pihak di Indonesia, proses perwujudan perjanjian ekstradisi Singapura-Indonesia dianggap tidak memuaskan. Baru-baru ini Ketua DPR RI meminta pemerintah menunda penempatan Duta Besar (Dubes) Indonesia di Singapura karena DPR kecewa terhadap Singapura yang dinilai tak serius mewujudkan perjanjian ekstradisi kedua negara. Wardhana, diplomat karir dari Deplu, adalah calon yang diajukan pemerintah untuk menempati pos di KBRI Singapura. Wardhana sebelumnya menjabat sebagai Direktur Amerika Selatan dan pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Ekonomi di KBRI Tokyo. Di tengah-tengah rangkaian perudingan ekstradisi pada tahun lalu, pemerintah kedua negara memutuskan bahwa perundingan ekstradisi dilakukan secara paralel (satu paket) dengan perundingan lainnya, yaitu tentang perjanjian kerjasama keamanan dan kontra-terorisme. Keputusan tersebut muncul usai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan PM Singapura Lee Hsien Loong di Istana Tampak Siring, Gianyar, Bali, pada 3 Oktober 2005. Sejak perundingan tentang kerjasama pertahanan digulirkan, Indonesia dan Singapura hingga awal Juni 2006 belum mencapai kata sepakat mengenai Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) kedua negara, terutama yang berkaitan dengan Military Training Area (MTA). Pada waktu lalu, dalam rangka memperkuat kerja sama pertahanan, Indonesia menjalin kerja sama dengan Singapura salah satunya melalui MTA sejak 2000. Berdasarkan kesepakatan itu, ditetapkan kawasan untuk latihan militer bersama kedua negara, yakni MTA I di wilayah perairan Tanjung Pinang dan MTA II di Laut Cina Selatan. Namun dalam perkembangannya, Indonesia menilai Singapura kerap melakukan pelanggaran kedaulatan saat melakukan latihan bersama, termasuk dengan melibatkan pihak ketiga seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006