Jakarta (ANTARA) - Bangun pagi bukan hanya semata bermanfaat bagi kesehatan tubuh, ketika berwisata ke Seoul, Korea Selatan. Bangun lah pagi-pagi supaya tidak ketinggalan atraksi di Istana Gyeongbokgung.

Jam menunjukkan pagi itu masih kurang dari pukul 09.00 pagi. Walaupun hari itu adalah Senin pagi, tidak tampak hiruk pikuk orang berangkat bekerja lantaran hari itu (29/5) ialah libur nasional untuk Hari Buddha.

Istana Gyeongbokgung, peninggalan Dinasti Joseon yang berkuasa selama 500 tahun, baru dibuka pukul 09.00 pagi. Artinya, wisatawan masih punya waktu untuk melihat patung Raja Sejong yang Agung, Laksamana Yi Sun Shin atau sekadar bersantai di Gwanghamun Square.

Cuaca menjelang musim panas pada hari itu sungguh menyenangkan untuk menemani berjalan-jalan. Ditambah menggunakan masker di Seoul saat ini bersifat pilihan, sehingga wisatawan bisa merasakan udara pagi yang segar.

Ketika jarum jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 09.00, jurnalis peserta Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea bergegas berjalan menuju Gerbang Gwanghamun, tempat masuk Istana Gyeongbokgung.
Para penjaga Istana Gyeongbokgung, Korea Selatan, berbaris saat upacara pergantian penjaga. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Begitu di depan gerbang, petugas menyetop sejumlah wisatawan yang ingin masuk lantaran ada sejumlah rombongan spesial yang hendak masuk. Pagi hari merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke sana karena setiap pukul 10.00, mereka mengadakan upacara pergantian penjaga Istana Gyeongbokgung.

Jika tidak sempat pagi hari, datanglah pukul 14.00 ketika penjaga kembali diganti.

Tidak sampai 5 menit menunggu, wisatawan kembali diizinkan masuk ke plaza yang berada di antara Gerbang Gwanghamun dan Gerbang Heungnyemun. Di sana, ratusan wisatawan sudah berdiri mengitari plaza untuk menyaksikan secara langsung upacara pergantian penjaga Istana.

Selama sekitar 15 menit wisatawan bisa menonton upacara pergantian penjaga Istana Gyeongbokgung, yang menggunakan pakaian tradisional hanbok dari masa Dinasti Joseon.


Istana yang luas

Gyeongbokgung berdiri di antara Gunung Baegaksan dan area yang kini dikenal sebagai Sejong-daero. Kompleks istana yang berdiri hingga hari ini berasal dari tahun 1395, merupakan pusat bagi Dinasti Joseon.

Gyeong-Bok berarti "cemerlang dan beruntung", harapan Jeong Do-jeon, salah seorang yang berjasa terhadap pendirian Dinasti Joseon, untuk kemakmuran dinasti itu.

Istana Gyeongbokgung menjadi saksi jatuh-bangun Joseon. Istana hancur dibakar Jepang yang masuk ke Korea sekitar tahun 1592.

Baru pada 1867, Heungseon Daewongun, seorang Bupati Joseon, mulai mengadakan restorasi Gyeongbokgung. Saat itu, sekitar 500-an bangunan diperbaiki atau dibangun, termasuk tempat bekerja para raja-ratu dan pejabat istana, tempat tinggal sampai taman bagi keluarga kerajaan.
Para penjaga Istana Gyeongbokgung, Korea Selatan, saat upacara pergantian penjaga. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Pemandu wisata kami, Eunju Choi, menjelaskan Gyeongbokgung kembali rusak saat Korea diduduki Jepang pada 1910-1945.

Sekitar tahun 1990 hingga 2000-an, Istana Gyeongbokgung kembali mendapat renovasi besar-besaran. Salah satu hal signifikan renovasi itu adalah penggunaan kembali bebatuan pada lantai plaza untuk mempertahankan tradisi lama Korea.

Istana Dinasti Joseon yang menjadi salah satu ikon wisata Korea Selatan itu setidaknya memiliki 12 bangunan di kompleks seluas 400 ribuan meter persegi.

Bagi penyuka drama kolosal bertema kerajaan, mengunjungi Istana Gyeongbokgung bisa membuat mereka ditarik kembali ke masa Joseon, apalagi jika berkeliling sambil mengenakan hanbok. Jika tidak punya banyak waktu, mengunjungi beberapa bangunan pun tidak kalah menyenangkan.

Setelah melewati dua gerbang, ialah Geunjeongjeon Hall yang menyambut pengunjung Gyeongkbokgung. Seperti namanya yang berarti "pemerintahan yang tekun", Geunjeongjeon menjadi tempat pemimpin Joseon menjalankan urusan negara, termasuk penobatan raja.

Di depan Geunjeongjeon, terdapat plaza berlantai batu yang menjadi lokasi seremoni kerajaan. Pada masa Joseon, Choi menjelaskan, para pejabat akan berbaris sesuai dengan tingkatan saat upacara penobatan raja berlangsung di plaza itu.

Geunjeongjeon Hall baru dibangun sekitar tahun 1867, namun dibakar pada tahun 1950-an.
Sejumlah wisatawan yang menggunakan pakaian tradisional Korea, hanbok, berjalan di depan Geunjeongjeon Hall yang berada di dalam kompleks Istana Gyeongbokgung di Seoul, Korea Selatan. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Beranjak ke sebelah kiri Geunjeongjeon, wisatawan bisa melihat Sujeongjeon Hall, salah satu kantor pemerintahan. Dulu di lokasi itu, berdiri Jiphyeonjeon, bangunan tempat cendikiawan membuat aksara dan sistem penulisan Hangeul, yang dikembangkan dari aksara China.

Hangeul dikembangkan pada masa pemerintahan Raja Sejong, yang memerintah pada 1418 sampai 1450.

Banyak bangunan di sekitar Sujeongjeon yang dihancurkan oleh Jepang sekitar tahun 1915 karena Gyeongbokgung menjadi tempat pameran produk Korea.

Tepat di depan Sujeongjeon Hall, bangunan Gyeonghoeru Pavilion berdiri dengan megah di tengah kolam besar. Paviliun itu diperbesar dan ditambah kolam sekitar tahun 1412.

Sayangnya, Gyeonghoeru juga dilalap api pada 1592 dan baru dibangun kembali pada 1867.

Pada masanya, paviliun itu digunakan sebagai tempat jamuan kerajaan dan tempat raja menerima utusan asing.
Gyeonghoeru Pavilion yang berada di dalam Istana Gyeongbokgung, Korea Selatan, dulu berfungsi sebagai tempat jamuan makan pada masa Dinasti Joseon. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Jika ingin melihat seperti apa dapur kerajaan, kunjungi dapur utama Gyeongbokgung yang bernama Sojubang. Dapur itu terdiri dari tiga tempat, masing-masing untuk menyiapkan makanan bagi para raja dan ratu, tempat memasak makanan untuk jamuan atau upacara kerajaan dan tempat membuat kudapan khusus bagi raja.

Istana Gyeongbokgung buka setiap hari, kecuali Selasa. Pada musim panas, Juni hingga Agustus, Istana itu buka mulai pukul 09.00 sampai 18.30 waktu setempat.

Gunakanlah sepatu yang nyaman untuk berkeliling Istana Gyeongbokgung dan bawalah air minum supaya tubuh tetap terhidrasi selama berwisata.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023