Jakarta (ANTARA) - Analis Senior Lukman Leong menyampaikan bahwa pelemahan Rupiah disebabkan respon investor pada data perdagangan China yang mengecewakan.

"Surplus perdagangan China yang jauh lebih rendah dari perkiraan 92 miliar dolar AS, yakni hanya 65,8 miliar dolar, dan export -7,5 persen vs -0,4 persen mencerminkan permintaan yang lemah," ucap dia ketika ditanya Antara, Jakarta, Rabu.

Dia mengharapkan China dapat rebound kuat sejak re-opening, tetapi sampai saat ini data ekonomi masih cenderung mengecewakan karena banyak berbagai target tak sesuai prediksi.

Kendati demikian, sentimen pada Rupiah keseluruhan masih kuat yang tercermin dari imbal hasil obligasi 10 tahun Indonesia yang turun ke level terendah sejak Januari 2022.

Baca juga: Analis: Rupiah akan cenderung menguat terbatas

"Imbal hasil obligasi Indonesia yang turun mencerminkan permintaan yang masih kuat pada SBN (Surat Berharga Negara). Rupiah seharusnya bisa menguat apabila data dari China tidak sejelek itu," ujarnya.

Untuk pergerakan Rupiah pada esok hari, Lukman menganggap investor akan cenderung wait and see menantikan serangkaian data dan event eknomi penting minggu depan. Misalnya data cadangan devisa Indonesia yang diumumkan pada Jumat (9/6), neraca perdagangan Indonesia, dan data inflasi AS dan pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan.

" Dolar AS sendiri diperkirakan masih akan range bound, Rupiah sendiri masih didukung sentimen positif domestik dan akan menguat walau tidak akan besar," kata Lukman.

Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan 0,12 persen atau 17 poin menjadi Rp14.877 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.860 per dolar AS.

Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.853 per dolar AS hingga Rp14.892 per dolar AS.

Baca juga: Rupiah pada Rabu pagi menguat tipis jadi Rp14.857 per dolar AS

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023