Jadi, mereka yang membangun dan mengoperasikan, nantinya akan ditransfer ke Indonesia sebagai aset negara.
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pembangunan Pelabuhan Cimalaya yang masuk dalam Metropolitan Priority Area menjadi prioritas yang harus segera diselesaikan.

"Yang paling penting adalah Pelabuhan Cimalaya karena akan dipakai sebagai pelabuhan laut untuk menyalurkan komoditas ekspor impor domestik," kata Hidayat setelah menerima delegasi Kansai Economic Federation (Kankeiren) dari Jepang, di Jakarta, Senin.

Hidayat mengatakan, Pelabuhan Cilamaya ini akan dibangun dengan sistem Build Operation Transfer (BOT), yang berarti Jepang akan membangun sekaligus mengoperasikan, dalam kurun waktu tertentu namun proyek tersebut akan menjadi aset pemerintah Indonesia.

"Jadi, mereka yang membangun dan mengoperasikan, nantinya akan ditransfer ke Indonesia sebagai aset negara, dan hal tersebut juga terjadi diterapkan di negara lain," jelas Menperin.

Hidayat menjelaskan, Pelabuhan Cimalaya merupakan salah satu dari beberapa proyek yang dicanangkan dalam MPA, dan langkah itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan pemerintah bersama Jepang beberapa waktu lalu.

"MPA sudah disepakati, saya dan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa telah melakukan kunjungan ke Jepang akhir tahun 2012 lalu dan membahas hal tersebut," ujar Hidayat.

Hidayat mengatakan, dalam proyek MPA tersebut ada proyek rel kereta api, kereta api, dan ada pembangunan proyek otomotif, serta yang paling penting adalah Pelabuhan Cimalaya tersebut. Hidayat telah melakukan pertemuan dengan delegasi Jepang dan salah satu poin utama yang dibahas adalah tindak lanjut dari program pembangunan MPA.

Pemerintah Indonesia berencana membangun proyek infrastruktur di Jabodetabek dalam program MPA senilai Rp 410 triliun. Dalam rangka program MPA Jabodetabek tersebut, ada 48 proyek dalam tahap identifikasi, 18 proyek fast track, dan lima proyek flagship.

Total investasi yang dibutuhkan Rp410 triliun tersebut terbagi sebesar 55 persen dari investasi swasta, 45 persen campuran antara public private partnership (PPP) dan APBN, serta skema pinjaman.

(N002)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013