Suva (ANTARA) - Seorang akademisi mengecam rencana Jepang untuk membuang air limbah radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi yang rusak ke Samudra Pasifik.

"Kontaminasi tersebut akan memengaruhi wilayah-wilayah Perjanjian Zona Bebas Nuklir Pasifik Selatan, juga ketika (air) itu pada akhirnya mengalir ke sana," tutur Kalinga Seneviratne, dosen tamu di Universitas Pasifik Selatan, di Suva, Fiji, Selasa (13/6).

Selain itu, lanjutnya, ikan yang terkontaminasi dapat ditangkap di dalam wilayah-wilayah perjanjian tersebut karena stok ikan melakukan migrasi.
 
Seorang wanita memprotes rencana Pemerintah Jepang untuk membuang air terkontaminasi nuklir ke laut di Aula Konser Terbuka Hibiya di Tokyo, Jepang, pada 16 Mei 2023. (ANTARA/Xinhua/Zhang Xiaoyu)


Seneviratne mengatakan perjanjian multilateral di antara negara-negara di Pasifik Selatan melarang pengujian, produksi, serta penempatan alat peledak nuklir dan pembuangan limbah nuklir di dalam zona tersebut.

Namun, Jepang mencoba menggunakan berbagai argumen teknis untuk menyatakan hal sebaliknya.

"Jepang harus menghindari tindakan yang akan menyebabkan laut tercemar limbah nuklir," tambah Seneviratne.

Dia menambahkan bahwa Jepang mengeklaim akan mendorong tatanan berbasis aturan.

"Apabila Jepang ingin melindungi tatanan berbasis aturan, maka mereka harus mematuhi prinsip-prinsip aturan tersebut dan menghormati harapan masyarakat di Pasifik yang berpendapat bahwa perjanjian itu ada untuk menghentikan terjadinya hal seperti ini," jelasnya.
 
PLTN Fukushima Daiichi di Futabacho, Futabagun, Prefektur Fukushima, Jepang, pada 6 Maret 2023. (ANTARA/Xinhua/Zhang Xiaoyu)


Meskipun terus mendapatkan penentangan dari para pakar, kelompok sipil, dan organisasi perikanan setempat; Jepang tetap bergerak cepat untuk membuang air yang terkontaminasi itu ke laut sehingga memicu protes dari negara-negara tetangga dan masyarakat di Kepulauan Pasifik.

Menurut Forum Kepulauan Pasifik (PIF), berbagai pertanyaan tentang proses dan data yang berkaitan dengan usulan pembuangan air limbah nuklir olahan ke Samudra Pasifik oleh Jepang terus menjadi fokus utama dalam pertemuan yang digelar pada 9 Juni lalu. Pertemuan itu membahas tentang Air Limbah Fukushima dan diikuti oleh pakar-pakar ilmiah independen PIF serta Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Para pakar PIF menyatakan bahwa kurangnya penelitian Tokyo Electric Power Company terkait pelepasan air, yang terkontaminasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi dan hubungannya dengan spesies laut bagi negara-negara Forum Pasifik, membuat mereka tidak dapat menyampaikan keputusan yang tepat kepada anggota-anggota PIF tentang kesenjangan prioritas seputar dampak terhadap ekosistem dan ketahanan pangan.

Menurut lembaga penyiaran nasional Jepang NHK, Tokyo Electric Power Company selaku operator PLTN Fukushima Daiichi mulai menguji coba peralatan untuk membuang air yang terkontaminasi nuklir ke Samudra Pasifik pada Senin (12/6) pagi waktu setempat.

Proses uji coba terhadap fasilitas pembuangan tersebut diperkirakan akan berlangsung selama sekitar dua pekan.
 
   Orang-orang berunjuk rasa di depan markas Tokyo Electric Power Company (TEPCO) untuk memprotes rencana Pemerintah Jepang membuang air terkontaminasi nuklir ke laut di Tokyo, Jepang, pada 16 Mei 2023. (ANTARA/Xinhua/Zhang Xiaoyu)


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023