Seoul (ANTARA) - Korea Selatan menggugat Korea Utara sebesar 35 juta dolar AS (sekitar Rp521 miliar) pada Rabu sebagai kompensasi atas kantor penghubung yang diledakkan Korut pada 2020.

Peristiwa peledakan ini termasuk dalam kasus yang menyoroti putusnya hubungan antara kedua negara ketika Korut menjalankan program senjatanya.

Korut meledakkan kantor penghubung, yang didirikan pada 2018 di sisi perbatasan untuk membina hubungan yang lebih baik, setelah mengancam pembalasan bagi para pembelot Korut di Korsel yang melakukan kampanye selebaran propaganda.

Seorang pejabat Korsel mengatakan gugatan itu, yang diajukan ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul.

Gugatan itu adalah yang pertama kali diajukan pemerintah Korsel terhadap Korut.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani urusan antar-Korea, mengatakan kasus itu harus diajukan sebelum 16 Juni untuk mematuhi undang-undang pembatasan tiga tahun di bawah hukum Korea Selatan.

"Tindakan ini diambil untuk mempertahankan klaim nasional dan untuk mengklaim kompensasi atas kerusakan," kata kementerian itu dalam rilisnya.

Korut yang tertutup tidak menerima pertanyaan dari jurnalis asing. Seorang pejabat Korsel, ketika ditanya tentang kemungkinan Korut dapat terlibat dalam proses hukum itu, mengatakan gugatan Korsel tetap perlu diajukan tepat waktu.

Kantor penghubung adalah misi diplomatik pertama bagi Korsel dan Korut. Kantor itu merupakan simbol rekonsiliasi yang menunjukkan optimisme atas beberapa proyek yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan.

Korut meledakkan kantor tersebut di depan kamera media pemerintah setelah mengeluhkan kampanye para pembelot yang menyebarkan selebaran propaganda ke Korut yang diikat dengan balon.

Korsel memperkirakan kerugian dari penghancuran kantor dan bangunan 15 lantai yang rusak parah di dekat rumah pejabat Korsel itu senilai 35 juta dolar AS (sekitar Rp521 miliar).

Korsel mengatakan penghancuran Korea Utara adalah tindakan kekerasan dan ilegal yang merusak kepercayaan dan melanggar hak properti Korsel dan rakyatnya.

Korsel dan Korut secara teknis masih berperang karena konflik 1950-1953 mereka berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian.

Korut yang bersenjatakan nuklir selama setahun terakhir telah menguji berbagai senjata, termasuk rudal balistik antarbenua terbesarnya, meningkatkan ketegangan dengan Korsel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat.

Sumber: Reuters

Baca juga: Jepang, AS, Korsel luncurkan sistem untuk berbagi info rudal Korut
Baca juga: Korut berupaya retas informasi pribadi dengan situs web Korsel palsu
Baca juga: Kapal perang China lakukan pencarian puing satelit Korut dekat Korsel

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023