Momen ini adalah peluang bagi kita untuk bisa menentukan atau memilih calon pemimpin yang bisa merealisasikan perlindungan terhadap bencana perubahan iklim
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad mengajak masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang peduli terhadap dampak-dampak perubahan iklim melalui momentum pemilihan umum serentak pada 14 Februari 2024.
 
"Momen ini adalah peluang bagi kita untuk bisa menentukan atau memilih calon pemimpin yang bisa merealisasikan perlindungan terhadap bencana perubahan iklim yang kita hadapi ke depan," ujarnya dalam sebuah telewicara bertajuk 'Nasib Hutan di Momen Politik 2024' yang dipantau di Jakarta, Kamis.
 
Nadia menuturkan perubahan iklim telah menciptakan berbagai fenomena cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kenaikan suhu muka laut, hingga El Nino yang memicu kemarau kering di Indonesia.
 
Imbas krisis iklim akan semakin parah bila pemimpin terpilih nantinya menerbitkan kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan, seperti deforestasi hutan dan lahan gambut, serta mempertahankan pembangkit energi kotor.
 
"Kita sedang mengalami krisis iklim yang semakin memprihatinkan sehingga kita harus berbuat sesuatu," kata Nadia.

Baca juga: UAE restorasi hutan bakau untuk lawan perubahan iklim
Baca juga: Yayasan Madani Berkelanjutan sambut baik pernyataan Presiden di COP26
 
Lebih lanjut dia mengapresiasi kinerja pemerintah saat ini karena telah menerbitkan serangkaian kebijakan terkait perlindungan sektor kehutanan dan lahan di Indonesia, di antaranya regulasi nilai ekonomi karbon, netralitas karbon, kebijakan Folu Net Sink, hingga Instruksi Presiden terkait moratorium hutan.
 
Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia Mufti Barri mengatakan angka deforestasi di Indonesia seringkali mengalami peningkatan signifikan ketika ada pergantian rezim.
 
Merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata Mufti, deforestasi tertinggi dalam sejarah menyentuh angka 3,5 juta hektare terjadi pada tahun 1996 sampai 2000. Rentang tahun itu adalah pergantian rezim dari orde baru ke reformasi.
 
Ketika rezim reformasi berganti ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, deforestasi melonjak lagi menjadi 1,1 juta hektare. Lalu, ganti ke Presiden Jokowi angka deforestasi tercatat mencapai 1,09 juta hektare.
 
Berdasarkan data tersebut, maka terlihat angka deforestasi selalu naik di awal masa jabatan karena izin pelepasan kawasan hutan terbit saat akhir masa jabatan.
 
"Kalau pemilihan umum berlangsung pada Februari 2024, maka November, Desember, dan Januari menjadi bulan-bulan yang krusial bagi pelepasan kawasan hutan di Indonesia," katanya.

Baca juga: Menggali dana pembiayaan hijau demi mengatasi perubahan iklim
Baca juga: Hutan alam perlu diperluas untuk capai target penurunan emisi

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023