para instruktur teknologi kedokteran dari negara Jepang, rata-rata kurang fasih berkomunikasi selain menggunakan Bahasa Jepang.
Jakarta (ANTARA News) - Jepang menginginkan setiap tenaga medis yang mempelajari teknologi kedokteran dari Negeri Sakura, terlebih dahulu mendalami Bahasa Jepang sebagai bahasa pengantar.

"Banyak tenaga medis dari Indonesia menemui kesulitan pemahaman ketika hendak mempelajari teknologi kedokteran Jepang. Karena menemui kesulitan pemahaman antara mereka dengan instruktur atau pengajar," kata Ryosuke Tsuchiya, anggota Dewan Yayasan Riset Kanker Jepang di sela-sela acara "Seminar Keunggulan Medis Jepang" di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan para instruktur teknologi kedokteran dari negara Jepang, rata-rata kurang fasih berkomunikasi selain menggunakan Bahasa Jepang. Suasana belajar akan kondusif ketika proses interaksi antara tenaga medis yang belajar dan instruktur berlangsung dengan pertukaran informasi yang jelas dan hangat, tambahnya.

Sebagian besar tujuan utama tenaga medis yang belajar teknologi kedokteran Jepang untuk mempelajari upaya optimalisasi peranti keras dan lunak teknologi kedokteran di rumah sakit, klinik atau pusat kesehatan tempat mereka bekerja.

Contohnya adalah alat diagnosis yang sedianya bisa memindai 50-60 pasien tapi kenyataannya hanya didayagunakan untuk 30-40 orang. Apabila sumber daya manusia cukup maka potensi peralatan kedokteran bisa dipakai sesuai kapasitasnya.

Senada dengan itu, Direktur Umum Pusat Medis Internasional Kobe, Koichi Tanaka, tidak ingin peralatan kedokteran yang mahal tidak dioptimalkan fungsinya.

"Teknologi tinggi perangkat kedokteran yang mahal sudah seharusnya digunakan sesuai fungsinya. Jangan sampai hanya dipakai sebagaimana peralatan biasa. Jika sudah seperti itu justru menjadi pemborosan karena membeli alat mahal tapi dioperasikan untuk fungsi biasa," kata Koichi.

(A061)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013