Benghazi (ANTARA) - Otoritas yang berbasis di Libya timur pada Sabtu mengancam akan memblokir ekspor minyak akibat penggunaan pendapatan energi pemerintah Tripoli yang dianggap menghamburkan miliaran dolar tanpa memberikan kerja nyata.

Sejak 2022, Libya berada dalam kebuntuan politik ketika parlemen di Libya timur menolak pemerintah sementara Persatuan Nasional di Tripoli dan menunjuk pemerintahan baru yang tidak dapat mengambil alih ibu kota.

"Jika perlu, pemerintah Libya akan mengibarkan bendera merah dan mencegah aliran minyak dan gas serta menghentikan ekspornya. Kami akan membawa masalah ini ke pengadilan dan mengeluarkan perintah yang menyatakan kejadian yang tidak dapat dihindarkan (force majeure)," kata pemerintah yang ditunjuk pihak parlemen.

Blokade minyak telah umum dilakukan di Libya sejak pemberontakan yang didukung NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) pada 2011 yang menyebabkan perang dan kekacauan selama bertahun-tahun, ditambah dengan kelompok lokal dan faksi-faksi besar memotong pasokan minyak sebagai taktik politik.

Blokade besar terakhir diselesaikan tahun lalu ketika pemerintah Tripoli menunjuk kepala baru Korporasi Oil Nasional (NOC) yang dikabarkan akrab dengan Komandan di Libya bagian timur, Khalifah Haftar.

Diplomasi untuk menyelesaikan konflik Libya telah difokuskan pada pemilihan nasional, sebuah tujuan yang didukung oleh semua pihak secara terbuka, tetapi telah berulang kali gagal akibat perselisihan tentang peraturan pemilu dan kendali sementara pemerintah.

Haftar mengatakan pada 17 Juni bahwa ia mendukung langkah parlemen yang berbasis di timur dan badan legislatif lainnya untuk menunjuk pemerintahan sementara baru dalam tantangan yang sedang dihadapi pemerintah Libya saat ini.

Pada Kamis (22/6), pengadilan di Libya timur memutuskan bahwa pemerintah timur telah memenangkan kasus melawan NOC yang memungkinkannya untuk mengambil kendali atas rekening NOC.

Serangan konflik dan manuver politik yang sebelumnya terjadi di Libya berfokus pada kontrol atas pendapatan energi substansial anggota OPEC (Organisasi Pengekspor Minyak Bumi), yang merupakan sumber utama pendapatan negara.

Di bawah perjanjian yang diakui secara internasional, NOC adalah satu-satunya produsen dan pengekspor minyak Libya yang sah dan hasil penjualannya harus disalurkan melalui Bank Sentral Libya, yang berbasis di Tripoli, sama seperti NOC.

Sepanjang konflik Libya, NOC tetap beroperasi di seluruh negeri dengan bank sentral yang terus membayar gaji, termasuk gaji mereka yang menjadi pesaing pemerintah di seluruh negeri.

Baca juga: Utusan PBB: Cara alternatif harus dipakai untuk akhiri konflik Libya
Baca juga: KBRI Tripoli tangani kasus penganiayaan pekerja Indonesia di Libya
Baca juga: Libya bantah laporan PBB soal pelanggaran hak migran


Sumber: Reuters

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023