Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan telah menyamakan cara mengukur tumbuh kembang anak di seluruh pelosok negeri untuk mencegah anak-anak bangsa jatuh dalam kondisi stunting.

“Zaman dulu kita lihat timbangan masih memakai dacin, lalu ada yang pakai beras juga. Kita jadi tidak bisa melihat kalau ada perubahan sedikit, sekarang kita bantu swadaya dari industri (lokal),” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam FMB9: Langkah Penting Turunkan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Dante mengatakan pengukuran tumbuh kembang anak sangat penting untuk memantau stunting. Sekecil apapun perubahan harus diwaspadai agar jika terjadi anomali bisa segera tertangani.

Dalam menyamakan cara ukur perkembangan anak, Kemenkes sedang mendistribusikan alat antropometri di hampir seluruh posyandu Indonesia dengan tujuan membantu keluarga mendapatkan hasil akurat, sekaligus melakukan revitalisasi pada layanan yang ada di posyandu.

Baca juga: Kemenkes: Angka stunting bisa ditekan dengan efektivitas anggaran

Baca juga: Kemenkes hentikan anggaran beli biskuit untuk atasi stunting di daerah


Alat antropometri itu ditekankan merupakan produk buatan lokal dan diyakini bisa menjadi upaya menurunkan angka prevalensi stunting yang berdasarkan data SSGI 2022 angkanya 21,6 persen menjadi 14 persen pada tahun 2024.

“Jadi program pengukuran ini tidak hanya berlaku pada saat posyandu adakan sesuai tanggalnya, sebulan sekali. Tapi posyandu akan hadir setiap hari di tengah masyarakat. Kalau tidak bisa hadir dalam bentuk kegiatan yang terkoordinir secara berkala,” ujar Dante.

Lewat alat itu pula, evaluasi para kader posyandu terhadap kondisi kesehatan anak-anak di wilayahnya bisa dilakukan secara lebih mudah dan bisa dipastikan keakuratannya sesuai data di lapangan.

Selain alat antropometri, Kemenkes juga membagikan alat USG ke hampir 52 persen puskesmas yang ada. Tujuannya, supaya para dokter bisa mengukur lingkar kepala dan melihat pertumbuhan janin apakah sesuai umur kehamilan atau tidak.

Jika nantinya bayi tidak berkembang atau diketahui kekurangan asupan gizi, maka ibu dan janin bisa langsung diberikan tata laksana dan rekomendasi dari tenaga medis yang menangani.

“Selain itu kita juga melakukan deteksi stunting seperti di Surabaya melalui pembagian tablet tambah darah pada remaja putri. Ini untuk mencegah terjadinya stunting, karena salah satu teorinya mengatakan bahwa stunting ini lahir dari (calon) ibu-ibu yang kekurangan zat besi pada saat kehamilan,” ucap Dante.

Menanggapi hal itu, Deputi Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan pendampingan yang diberikan pemerintah kepada keluarga sangat bermakna bagi seluruh keluarga. Pada calon pengantin misalnya, pemberian tablet tambah darah sampai nanti akan menikah sangat bermanfaat untuk mempertahankan kadar hemoglobin dalam darah, bila sedari remaja calon ibu sudah terdeteksi terkena anemia.

Pemberian alat USG juga amat penting dalam melakukan skrining risiko. Dilengkapinya puskesmas dengan USG, diharapkan bisa mengubah pola pikir keluarga dan mendorong keinginan untuk rutin berkunjung memeriksakan kandungan ibu, sembari meningkatkan edukasi soal pentingnya pemberian ASI eksklusif dan penggunaan kontrasepsi dalam rangka mengatur jarak kelahiran.

"Ini penting, jadi kesamaan sasaran (pengentasan stunting) itu harus diperkuat," ucap Teguh.*

Baca juga: Pemerintah terapkan dua pendekatan turunkan angka stunting nasional

Baca juga: Kemenkes: Dua komponen intervensi spesifik stunting lampaui target


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023