Dengan Perpres ini, negara menyetujui praktik pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggusur masyarakat nelayan dari sumber-sumber kehidupannya."
Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengecam aktivitas penambangan pasir yang dilakukan oleh berbagai perusahaan yang mengancam ekosistem dan akan berdampak pada pencaharian nelayan tradisional.

"Aktivitas penambangan pasir di kawasan Selat Madura yang semakin gencar dilakukan, nyatanya diprotes keras oleh nelayan di Suramadu," kata Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara Selamet Daroyni di Jakarta, Kamis.

Menurut Selamet Daroyni, kaum nelayan tradisional mencemaskan tentang dampak penambangan pasir yang dinilai akan merusak ekosistem laut dan secara langsung berdampak bagi pendapatan dan kelangsungan hidup nelayan.

Ironinya, ujar dia, penambangan pasir laut yang berlokasi di kawasan Selat Madura itu sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2006 dengan kedalaman sekitar 12 meter.

Ia memaparkan, salah satu perusahaan yang melakukan penambangan pasir di Teluk Lamong itu dilakukan berdasarkan rencana Pelindo III yang sedang menggagas kawasan Teluk Lawang untuk menjadi pelabuhan multifungsi yang siap dioperasikan pada 2014.

"Nelayan terus melakukan berbagai penolakan terhadap penambangan pasir yang telah merusak ekosistem dan mengancam pendapatan nelayan," katanya.

Sebelumnya, Kiara juga mengkritik Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil karena dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Dengan Perpres ini, negara menyetujui praktik pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggusur masyarakat nelayan dari sumber-sumber kehidupannya," kata Koordinator Divisi Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara Selamet Daroyni di Jakarta, Jumat (15/2).

Menurut dia, terbitnya Perpres 122/2012 menunjukkan pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang mengamanatkan adanya hak-hak konstitusional nelayan, termasuk nelayan tradisional yang harus dilindungi, dijamin, dan dipenuhi oleh nelayan.

Ia memaparkan bahwa data Kiara pada Januari 2013 mendapati sedikitnya 15 kabupaten/kota di Indonesia telah menjalankan proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi pada tanggal 16 Juni 2011 telah menegaskan adanya empat hak konstitusional nelayan, yakni hak untuk mengakses atau melintasi laut, hak untuk memanfaatkan sumber daya laut, hak untuk mengelola sesuai dengan kearifan lokal dan tradisi bahari, dan hak mendapatkan lingkungan hidup.

"Seharusnya Presiden SBY memerintahkan kepada aparat pemerintahannya untuk menertibkan pelbagai kebijakan yang berpotensi mengaveling dan mengomersialisasi wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil," katanya. (M040)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013