Jakarta (ANTARA) -
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Abdullah Jaidi mengatakan bahwa peringatan Idul Adha merupakan momentum untuk meneladani ketaatan dan pengorbanan kepada Tuhan.

Dia bercerita saat itu Tuhan memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya sendiri, yakni Nabi Ismail. Nabi Ibrahim pun menyanggupi perintah tersebut.

"Padahal, itu adalah putranya yang diidam-idamkan puluhan tahun lamanya, setelah istrinya lama tidak memiliki anak. Tiba-tiba datang perintah dari Yang Maha Kuasa untuk menyembelih anaknya sendiri. Walaupun demikian, Nabi Ibrahim AS tetap menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan perintah itu," kata Jaidi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ketua Dewan Syura Al-Irsyad Al-Islamiyyah itu menjelaskan kesiapan Nabi Ibrahim juga telah disampaikan kepada Nabi Ismail dan dilakukan tanpa paksaan. Nabi Ismail mengerti bahwa perintah untuk menyembelih dirinya datang dari Tuhan.

Bahkan, lanjutnya, Nabi Ismail mempersilakan kepada Nabi Ibrahim untuk mengurbankan dirinya.

"Silakan ayahanda, insyaallah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan meneguhkan hatiku dengan ujian ini," demikian kata Abdullah Jaidi mengutip pernyataan tersebut.

Baca juga: Khatib Istiqlal imbau jamaah mendekatkan diri dengan fakir miskin

Menurut Jaidi, sikap Ibrahim dan Ismail itu menunjukkan ketaatan tinggi ketika diminta berkurban untuk pertama kalinya kepada Allah. Kedua nabi Allah itu menjawab dengan ucapan sami’na wa atho’na yang berarti kami dengar dan kami laksanakan.

"Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ini menjadi contoh pengorbanan secara jasadiyah atau fisik. Sementara itu, makna berkurban yang tersirat adalah mewujudkan rasa ketaatan," jelasnya.

Jaidi mengatakan berkurban merupakan simbol bahwa hidup penuh dengan pengorbanan jiwa, raga, maupun harta benda. Semangat Idul Adha itu tidak hanya menunjukkan rasa ketaatan, tetapi juga kedisiplinan dalam bekerja, berusaha, dan dalam kehidupan pada umumnya.

Sebagai umat yang menjunjung tinggi ketaatan, katanya, tentu diharapkan dapat memenuhi aturan-aturan yang ada. Kalau tidak ada penegakan hukum, katanya, maka mustahil manusia akan bersandar kepada aturan. Jika aturan tidak tegak, maka manusia menjadi liar yang menunjukkan ketidaktaatan.

"Esensi dari perayaan Idul Kurban ini salah satunya adalah mewujudkan ketaatan dan kedisiplinan dalam hidup, sehingga kami akan berhasil pada perjalanan hidup ini," tuturnya.

Baca juga: Prabowo berikan hewan kurban untuk warga Lombok

Oleh karena itu, dia berharap Hari Raya Idul Adha dijadikan momentum untuk saling menghormati dan menebarkan kasih sayang, karena tujuan hidup manusia ialah untuk saling menghormati dan saling menghargai.

Selain itu, umat juga harus menegakkan kejujuran dan keadilan, karena orang yang tidak menegakkan kejujuran dan keadilan pasti jiwanya itu dihantui perasaan bersalah dan ketakutan.

"Janganlah, kita membuat sebuah keonaran, membuat gaduh, apalagi melakukan gerakan-gerakan yang bersikat radikalisme dan ekstremisme. Kita membuat ketenangan dalam hidup," kata Jaidi.

Baca juga: Guru Besar UIN Jakarta berpesan untuk menjalin tali persaudaraan umat

Pada Hari Raya Idul Adha, selain kepada fakir miskin dari umat Islam, Jaidi mengatakan daging hewan kurban itu seharusnya juga diberikan kepada umat lain yang membutuhkan walaupun berbeda agamanya. Hal itu untuk mewujudkan rasa kemanusiaan dan kebersamaan dalam kehidupan.

Terakhir, dia berpesan agar perayaan Idul Adha di tahun ini juga dapat mempersiapkan masyarakat Indonesia menjadi pribadi yang dewasa dan toleran, khususnya menjelang Pemilu Serentak 2024.

"Siapa pun kontestan yang maju dalam tahun politik ini, kita harus tetap saling menghormati dan menyantuni. Tidaklah pantas kalau ada kata-kata yang tidak baik terlontar kepada sesama saudara di Indonesia ini," ujar Jaidi.

Baca juga: Sebanyak 800 WNI di Qatar gelar shalat Idul Adha

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023