Jakarta (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkap endapan kuarter dan batuan berumur tersier yang lapuk serta bersifat urai, lunak, lepas, dan belum kompak memperkuat efek guncangan gempa bumi di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta.

"Morfologi daerah tersebut umumnya merupakan dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan bergelombang hingga terjal pada bagian utara. Wilayah pantai secara umum tersusun oleh tanah sedang (kelas D) dan tanah lunak (kelas E)," kata Kepala Badan Geologi Sugeng Mujiyanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
 
Endapan kuarter yang berada di Yogyakarta, termasuk Jawa Tengah berupa endapan aluvial pantai, aluvial sungai, dan batuan rombakan gunung api muda, serta batuan berumur tersier berupa batuan sedimen (batu pasir, batu lempung, batu lanau, batu gamping).
 
Sugeng menuturkan bahwa sebagian batuan berumur tersier dan batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan.
 
Selain itu, pada morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan berpotensi terjadi gerakan tanah apabila dipicu guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
 
"Berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi dan kedalaman, maka kejadian gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona prismatik akresi yang terletak pada bagian atas megathrust. Sesar aktif pada zona itu umumnya merupakan sesar naik," ujar Sugeng.
 
Menurut data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi sebagian besar terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi menengah hingga tinggi.
 
Kejadian gempa bumi itu tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, namun diperkirakan tidak mengakibatkan terjadinya deformasi bawah laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.

 
Berdasarkan data Badan Geologi, wilayah pantai selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah tergolong rawan tsunami dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai lebih dari tiga meter.
 
Sugeng mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, mengikuti arahan serta informasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, dan tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan.
 
Selain itu, dia juga meminta masyarakat untuk tidak terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.
 
Bangunan di daerah selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah harus dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi guna menghindari risiko kerusakan, sekaligus harus dilengkapi dengan jalur dan tempat evakuasi.
 
Oleh karena wilayah bagian selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah tergolong rawan gempa bumi dan tsunami, maka harus lebih ditingkatkan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan non struktural.
 
"Kejadian gempa bumi itu diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan, yaitu retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah, dan likuefaksi," pungkas Sugeng.

Baca juga: Perjalanan 11 KA di wilayah Daop IV sempat dihentikan akibat gempa
 
 
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan telah terjadi gempa bumi yang berpusat di wilayah Samudera Hindia sebelah selatan Yogyakarta pada pukul 19.57 WIB.

BMKG awalnya mencatat gempa itu berkekuatan 6,4 magnitudo dan kedalaman 25 kilometer, lalu kekuatannya diperbaharui ke angka 6,0 magnitudo dengan kedalaman 67 kilometer.
 
Gempa bumi merusak itu memiliki skala intensitas IV hingga II yang terasa oleh warga yang bermukim di Bantul, Klaten, Banjarnegara, hingga Bandung.

Baca juga: BPBD Pangandaran pantau pesisir setelah kejadian gempa di Bantul
Baca juga: Gempa Bantul juga dirasakan warga di wilayah Madiun dan sekitarnya
Baca juga: BMKG rekam sebanyak 20 gempa susulan di Yogyakarta

 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023