Dalam masa kini dimana perubahan terjadi dengan sangat cepat dan sangat kompleks menunjukkan kepada kita bahwa ajaran trisakti Sukarno menjadi sangat relevan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI memandang ajaran trisakti yang dicetuskan oleh Presiden Sukarno masih relevan dengan dinamika perubahan yang kini dialami oleh bangsa Indonesia.
 
"Dalam masa kini dimana perubahan terjadi dengan sangat cepat dan sangat kompleks menunjukkan kepada kita bahwa ajaran trisakti Sukarno menjadi sangat relevan" kata Sekretaris Menko PMK Andie Megantara dalam acara Sarahsehan Revitalisasi Trisakti di Gedung Heritage, Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin.
 
Andie menuturkan,  bahwa ajaran trisakti adalah salah satu gagasan monumental dari Presiden Sukarno yang disampaikan melalui pidato Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara pada 17 Agustus 1964 silam.
 
Ajaran trisakti itu meliputi suatu ajakan revolusi yang bersendikan kepada tiga hal, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan.
 
Revolusi politik diharapkan agar bangsa Indonesia berdaulat di dalam politik dengan mewujudkan perubahan politik dalam bentuk integrasi kekuatan nasional melalui demokrasi permusyawaratan yang berorientasi kepada persatuan negara dan kekeluargaan.
 
Revolusi dengan berdikari secara ekonomi diharapkan agar bangsa Indonesia dapat berdikari secara mandiri dalam ekonominya dengan mewujudkan perekonomian yang merdeka, berkeadilan, berkemakmuran, dengan berlandaskan usaha tolong-menolong, gotong-royong dalam penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting yang mengasihi hajat hidup orang banyak, serta atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya menjadi peluang bagi hak milik pribadi dan fungsi sosial, seperti prinsip-prinsip yang terkandung dalam sila kelima Pancasila.
 
"Adapun terkait revolusi berkepribadian dalam berkebudayaan khususnya, kita harus bangga dengan identitas bangsa, antara lain kuat dalam semangat bergotong royong yang menjadi modal sosial dalam meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi," kata Andie.
 
Konsep trisakti yang dicetuskan oleh Sukarno mengandung relevansi dengan kondisi politik serta ekonomi Indonesia yang saat itu terlanjur digempur oleh kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik neo-liberalisme, juga cenderung memperbesar ketimpangan sosial-ekonomi, serta meminggirkan kekuatan dan kemandirian bangsa.
 
Dalam situasi politik nasional dan global yang kontemporer, maka pemikiran Sukarno perlu dielaborasi untuk bisa diaktualisasikan dan dikontekstualisasikan pada perkembangan zaman yang selalu dinamis.
 
Trisakti dipilih oleh Sukarno sebagai bentuk penggambaran atas ketiga masalah yang perlu dibenahi segera oleh bangsa Indonesia secara cepat.
 
Pada konteks itu secara politik bangsa Indonesia masih belum bisa menunjukkan eksistensinya sebagai bangsa karena masih kuatnya hubungan aliansi pusat-daerah pasca dekolonialisasi yang berarti masih kuatnya hubungan interdependensi kepada koloni baik itu ekonomi maupun politik.
 
Secara ekonomi, saat itu Indonesia memiliki ketergantungan ekonomi terhadap asing dalam rangka membangun perekonomian secara mandiri.
 
Secara budaya, mentalitas terjajah menjadikan bangsa Indonesia lupa terhadap semangat gotong royong menjadi modal nasional yang meneguhkan solidaritas politik maupun ekonomi.
 
"Sebagai bangsa yang besar kita harus mampu menyatukan diri. Trisakti bisa menjadi bagian dari cara kita menunjukkan eksistensi dan identitas masyarakat Indonesia pada kancah global," kata Andie.
 
"Kita perlu menemukan kembali konsepsi dan strategi untuk mewujudkan trisakti. Oleh karena itu, revitalisasi trisakti merupakan langkah untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila," pungkasnya.

Baca juga: Kemenko PMK sebut revitalisasi trisakti wujudkan kemajuan Indonesia
Baca juga: Kemenko PMK: Sanitasi yang aman berpengaruh turunkan stunting
Baca juga: Menko PMK minta keluarga tak panik bila anak terkena stunting

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023