Jakarta (ANTARA) - Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman mengatakan polarisasi sosial yang berkembang dalam satu dekade terakhir telah melemahkan ikatan sosial dan melemahkan kepercayaan antar warga.

"Reaktualisasi terhadap konsep trisakti harus mengkalkulasikan persoalan-persoalan utama yang muncul di hadapan kita saat ini," ujarnya dalam acara Sarahsehan Revitalisasi Trisakti di Gedung Heritage, Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin.

Airlangga mengungkapkan bahwa polarisasi sosial tersebut telah memunculkan fenomena fundamentalisme atau gagasan tentang populisme dimana polarisasi dan benturan-benturan identitas mengarah kepada antagonisme berbasis identitas.

Menurut dia, antagonisme berbasis identitas itu muncul dari sesama warga yang berbeda pilihan politik.

Kelompok yang berbeda tidak lagi dipanggil layaknya sebagai manusia, namun istilah lain seperti cebong dan kampret. Situasi itu seolah tidak menempatkan mereka sebagai manusia dan warga negara yang memiliki hak dan responsibilitas yang setara dengan yang lain.

Baca juga: Kemenko PMK: Ajaran trisakti relevan terhadap dinamika perubahan

Baca juga: Kemenko PMK sebut revitalisasi trisakti wujudkan kemajuan Indonesia


"Ini adalah problem utama yang membutuhkan reaktualisasi terhadap trisakti dimana misalnya, hoax, fake news, dan fake knowledge itu menjadi suatu hal yang sekarang ini menyebar di ruang publik," kata Airlangga.

Konsep trisakti mengemuka melalui pidato yang disampaikan oleh Presiden Sukarno dalam Peringatan Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, pada 17 Agustus 1964.

Kala itu, Sukarno menggulirkan konsep trisakti sebagai upaya untuk memperkuat jati diri bangsa. Trisakti lahir sebagai landasan fundamental dalam rangka penguatan jati diri bangsa dan membangun karakter bangsa.

Konsep trisakti bersendikan tiga hal, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan.

Melalui trisakti itu, Sukarno ingin adanya internalisasi kepada masyarakat secara menyeluruh khususnya merevolusi sistem lama dengan mengganti pola pikir dan cara pandang warisan kolonial menjadi yang lebih nasionalistik dan lebih mengedepankan kepentingan nasional.

Staf Khusus Menko PMK Bidang Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, Ravik Karsidi mengatakan pihaknya membutuhkan masukan dari para ahli terkait revitalisasi trisakti untuk membantu mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Tiga sendi trisakti telah masuk ke dalam rancangan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

"Kami berusaha untuk meyakinkan bahwa ini masih sangat relevan dan dengan cara seperti itu, maka kontinuitas atau keberlanjutan pembangunan bisa berjalan dengan baik," kata Ravik.

Baca juga: Kemenko PMK: Pelaksanaan revolusi mental memerlukan kesadaran kolektif

Baca juga: Menko PMK kemukakan tiga program prioritas untuk wujudkan SDM unggul

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023