Ankara (ANTARA) - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa puncak demonstrasi yang dipicu pembunuhan seorang remaja keturunan Afrika Utara oleh polisi, telah berlalu.

"Kita harus mulai memulihkan tatanan yang berkelanjutan sebagai prioritas mutlak kita," kata Macron kepada 241 wali kota yang berkumpul di Istana Elysee, Paris, seperti dilaporkan BFMTV pada Selasa (4/7).

Macron menuturkan bahwa dirinya akan tetap waspada selama beberapa hari dan minggu berikutnya, tetapi menegaskan bahwa puncak demonstrasi telah berlalu.

Polisi Prancis kembali menangkap 72 orang pada Senin malam (3/7) selama gerakan protes nasional atas tewasnya seorang remaja berusia 17 tahun akibat tembakan fatal polisi pekan lalu.

Menurut angka Kementerian Dalam Negeri Prancis yang diberikan kepada harian Le Figaro, sejak 27 Juni 2023 polisi menangkap total 3.846 orang, dan hampir 5.900 kendaraan serta 1.105 bangunan dibakar di seluruh negeri.

Lebih dari 260 kantor polisi juga menjadi sasaran massa dan 808 petugas penegak hukum terluka sejak awal protes.

Protes telah mengguncang Prancis sejak 27 Juni 2023, ketika seorang petugas polisi menembak mati Nahel M, remaja keturunan Aljazair selama pemeriksaan lalu lintas di Kota Nanterre setelah dia diduga mengabaikan perintah untuk berhenti.

Petugas yang melepaskan tembakan menghadapi penyelidikan formal atas pembunuhan dan telah ditempatkan di bawah penahanan awal.

Protes dimulai di Nanterre dan menyebar ke kota-kota lain pada malam berikutnya, termasuk Lyon, Toulouse, Lille, dan Marseille.

Ketegangan meningkat menyusul bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa.

Geoffroy Roux de Bezieux, ketua jaringan bisnis dan pengusaha Gerakan Perusahaan Prancis (MEDEF), mengatakan bahwa lebih dari 200 toko telah dijarah dan 300 cabang bank dihancurkan sejak protes dimulai, menurut laporan harian Le Parisien.

Meskipun masih terlalu dini untuk menyebut angka secara pasti, tetapi dia memperkirakan lebih dari satu miliar euro (sekitar Rp16,7 triliun) kerugian akibat demonstrasi besar-besaran itu.

"Video yang beredar di media sosial merusak citra Prancis," kata dia dalam sebuah wawancara.

Menteri Pendidikan Prancis Pap Ndiaye mengatakan kepada RTL pada Selasa bahwa 243 gedung sekolah juga rusak selama protes, termasuk puluhan bangunan yang hancur atau hancur sebagian.

Dia juga menyebutkan kerugian sekitar puluhan juta euro, dan menekankan bahwa negara akan memberikan dukungan yang diperlukan kepada otoritas lokal.

Sumber: Anadolu
Baca juga: Macron minta ketertiban dipulihkan di tengah kerusuhan besar Prancis
Baca juga: Rasialisme dituding jadi motif penembakan remaja oleh polisi Prancis
Baca juga: Buntut polisi tembak remaja, 175 orang ditangkap di Prancis

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023