Purwokerto (ANTARA) - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menilai kasus perundungan yang berujung pada pembakaran gedung sekolah di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, seharusnya menjadi sinyal bahaya dan tidak menganggap sepele terhadap perundungan di daerah.

"Yang terjadi di Temanggung kemarin itu harusnya menjadi alarm, membangkitkan kesadaran kita semua, dunia pendidikan. Perundungan ini ada dan tidak boleh dianggap sepele, 'ah hanya bercanda', tidak. Setiap perilaku perundungan itu dampaknya luar biasa sekali terhadap korban," kata Dian Sasmita di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Dian mengatakan hal itu di sela-sela kegiatan seminar "Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Melalui Peningkatan Kapasitas Anggota Himpaudi Kabupaten Banyumas" yang diselenggarakan Pusat Penelitian Gender, Anak, dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Dian menambahkan apabila korban perundungan tidak mendapat pemulihan, maka yang terjadi adalah korban memendam rasa dendam dan dapat berulang.

"Kita tahu rantai kekerasan itu akan berulang, apalagi bullying sangat erat sekali dengan relasi kuasa. Jadi, di sinilah perlu dipikirkan dan ditemukan solusi bagaimana mencegah terjadi bullying dan menyiapkan mekanisme respons ketika bullying itu terjadi," tegasnya.

Baca juga: Polres Temanggung dalami kejiwaan siswa pembakar sekolah

Dengan demikian, lanjutnya, tidak hanya sebatas menghukum pelaku karena pendekatan penghukuman itu tidak pernah menyelesaikan masalah dengan tuntas, tetapi pendekatan rehabilitatif seharusnya didorong dan menjadi tugas bersama.

Menurut Dian, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah membuat beragam peraturan untuk melakukan pencegahan perundungan dan lain-lain.

"Ini peraturan jangan sampai hanya di atas kertas saja, operasionalnya bagaimana, pengawasannya bagaimana. Ini yang perlu kami dorong supaya Pemerintah menjalankan itu," jelasnya.

Terkait kasus seorang siswa membakar gedung sekolah di Kabupaten Temanggung karena merasa kesal mengalami perundungan di sekolahnya, Dian mengatakan pihaknya akan melakukan pertemuan dengan dinas dan aparat penegak hukum setempat pada Rabu sore.

Menurut dia, kasus tersebut menyita perhatian banyak pihak karena terjadi sebagai dampak perundungan.

"Kita tahu semua bahwa perundungan ini kekerasan, mindset kita harus diubah terhadap sikap permisif perundungan itu. Kita harus melihat perundungan ini kekerasan, jadi harus dihentikan dengan berbagai pendekatan," katanya.

Baca juga: Siswa membakar sekolah di Temanggung karena sakit hati

KPAI sangat menyesalkan penanganan yang berlebihan ketika penyidik atau Polres Temanggung menyampaikan rilis ke wartawan dengan menghadirkan anak pelaku.

Dalam hal ini, saat menggelar konferensi pers pengungkapan kasus pembakaran gedung SMPN 2 Pringsurat, Polres Temanggung menghadirkan pelaku yang masih anak-anak sekaligus korban perundungan.

"Bagaimana pun juga anak yang berkonflik dengan hukum itu berhak diberlakukan secara manusiawi. Itu mandat yang mendasar terkait dengan hak asasi manusia, di konstitusi kita pun dijelaskan hal itu," tegas Dian.

Selain itu, ada pula mandat terkait pemenuhan hak untuk melindungi identitas anak berkonflik dengan hukum.

Baca juga: FSGI: Sekolah perlu bentuk satgas khusus cegah perundungan

Oleh karena itu, KPAI hadir untuk memastikan proses hukum yang berjalan terhadap anak dijalankan sesuai koridor hukum dan memastikan proses tersebut tidak melanggar hak-hak anak.

Menurut dia, hal itu karena anak yang berkonflik dengan hukum berhak untuk mendapat rehabilitasi, sehingga KPAI perlu memastikannya. Dian pun memberikan apresiasi atas permintaan maaf yang disampaikan Polres Temanggung karena telah menghadirkan anak berkonflik dengan hukum saat konferensi pers.

"Bagus sekali ketika pihak polres sudah meminta maaf. Artinya, sudah menyadari ya, introspeksi. Selain itu, kita perlu memastikan juga apakah proses-prosesnya berjalan karena SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) itu tidak seperti KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) di mana proses hukum orang dewasa," ujarnya.

Menurut Dian, penanganan terhadap anak berkonflik dengan hukum ada kekhususan, tidak boleh ditahan, dan harus melibatkan banyak pihak dari berbagai profesi.

Baca juga: LPAI minta klarifikasi polisi soal penanganan anak bakar sekolah

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023