Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI Yogi Rahmayanti mengatakan Indonesia sedang berupaya mempromosikan strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau Disaster Risk Financing & Insurance untuk tingkat regional.

“Jadi Indonesia sekarang sangat aktif mempromosikan strategi Disaster Risk Financing untuk regional. Makanya ada side event di ASEAN, kemudian kita juga dengan ASEAN Plastery juga ada, kemudian APEC dan sebagainya,” kata Yogi di Jakarta, Senin.

Yogi di seminar ‘Disaster Risk Financing & Insurance and Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia' yang dipantau secara daring itu mengatakan dengan dua strategi baru seperti Pooling Funding Bencana (PFB) dan adopsi kebijakan Perlindungan Sosial Adaptif (ASP), diharapkan Indonesia tak hanya menjadi pasar, namun juga menjadi pemain untuk tingkat regional.

“Ini yang mungkin kita lihat kira-kira nanti di mana posisi Indonesia itu, jangan hanya menjadi pasar tapi juga bisa menjadi player juga di regional,” ujar Yogi.

Baca juga: Kemenkeu siapkan bauran kebijakan PARB guna kurangi penggunaan APBN

Baca juga: Kemenkeu kembangkan PFB sebagai strategi pembiayaan bencana


Dalam seminar yang menjadi bagian dari pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) itu, Kemenkeu memperkenalkan strategi terobosan Pooling Funding Bencana (PFB) atau Disaster Pooling Fund guna membiayai sebagian besar kebutuhan pembiayaan bencana di Indonesia.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kemenkeu Parjiono menjelaskan bahwa instrumen tersebut merupakan pengumpulan dana pertama di dunia yang dikhususkan untuk mengumpulkan, mengembangkan dan menyalurkan dana dalam penanggulangan bencana.

Dana tersebut dirancang untuk bersifat fleksibel, responsif, berkelanjutan, serta pelengkap dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai sumber pendanaan bencana.

Kemudian, melalui kepemimpinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pemerintah juga mempromosikan adopsi kebijakan Perlindungan Sosial Adaptif (ASP).

Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyatukan sektor perlindungan sosial, adaptasi perubahan iklim dan manajemen risiko bencana untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap bencana alam dan terkait iklim.

Adapun urgensi dari kedua konsep kebijakan tersebut sangat diperlukan mengingat Indonesia menjadi salah satu negara yang rentan terdampak bencana alam. Bencana telah memberikan beban yang sangat besar pada anggaran Indonesia.

Kemenkeu mencatat Indonesia sejauh ini mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,54 miliar dolar AS atau setara Rp22,8 triliun setiap tahun akibat bencana sepanjang tahun 2000-2016. Selain itu, perubahan iklim juga mengancam ekonomi kelautan Indonesia yang saat ini bernilai 256 miliar dolar AS.*

Baca juga: Kemenkeu diskusikan pembiayaan risiko bencana bersama delegasi ASEAN

Baca juga: PBB harap Indonesia dorong G20 banyak berinvestasi sektor kebencanaan

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023