Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, menggeledah Kantor PT. Fantastik Internasional (FI) yang berlokasi di Kota Batam, Kepulauan Riau, sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk tersangka mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP)

"Hari ini Tim Penyidik KPK melanjutkan lagi proses penggeledahan di Kota Batam bertempat di PT. FI," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Meski demikian, Ali belum bisa memberikan informasi mengenai apa saja temuan tim penyidik karena proses penggeledahan yang masih berlangsung saat berita ini diturunkan.

"Proses geledah masih berlangsung, hasil dari kegiatan ini akan kami sampaikan nanti," ujarnya.

Sebelumnya, Penyidik KPK pada Selasa (11/7) telah menggeledah Kantor PT. Bahari Berkah Madani (BMM) di Kota Batam dan menyita sejumlah barang bukti elektronik.

Kemudian pada Rabu (12/7) Tim Penyidik KPK melanjutkan penggeledahan di rumah mertua Andhi Pramono yang juga berlokasi di Kota Batam.

Di lokasi tersebut ditemukan dan diamankan berbagai dokumen transaksi keuangan yang diduga sengaja disimpan dan disembunyikan tersangka AP.

Untuk diketahui, pada Jumat (7/7), KPK menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk memfasilitasi pengusaha dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.

Baca juga: KPK sita dokumen transaksi usai geledah rumah mertua Andhi Pramono
Baca juga: KPK geledah rumah Andhi Pramono di Batam


Sebagai broker, Andhi diduga menghubungkan antar-importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, AP diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk "fee".

Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan AP diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.

Siasat Andhi menerima "fee" tersebut salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.

Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu Andhi menduduki beberapa posisi mulai dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan posisi terakhir sebagai kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.

Dugaan penerimaan gratifikasi oleh Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut. Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan dia dan keluarganya.

Kemudian, dalam kurun waktu 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Andhi Pramono juga disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023