JAKARTA (ANTARA) -
Pemasaran diri (personal branding), menjadi salah satu keahlian yang mesti dimiliki setiap orang untuk meraih sukses dalam menggeluti profesi, menapaki karier, atau menjalankan bisnis. Karena segalanya akan menjadi lebih mudah ketika Anda dikenal dunia. Meski begitu, dalam membangun citra diri hendaknya dekat dengan keaslian dan keseharian, agar terhindar dari unsur manipulasi atau "tipu-tipu".

Pada era industri 4.0 persaingan SDM kian ketat, terlebih dengan kehadiran teknologi tinggi. SDM tidak hanya bersaing sesama manusia, tetapi juga dengan teknologi, termasuk robot. Berbagai bidang pekerjaan menaikkan standar kualitas untuk penerimaan tenaga profesional.

Persaingan yang sama ketat juga berlaku dalam dunia bisnis, politik, hiburan dan lainnya. Siapa yang mampu bertahan? Hanya mereka yang memiliki "merk diri" sebagai sebuah keunggulan yang dibutuhkan dalam suatu era.

Pribadi unik dan kreatif yang berbeda dari kebanyakan orang, dia akan memiliki daya "jual" yang tinggi. Adapun elemen penting dalam pembentukan personal branding meliputi penampilan, kepribadian, dan karakter diri.

"Personal brand merupakan persepsi yang tertanam dan terpelihara di benak orang lain, yang memiliki tujuan akhir agar publik punya pandangan positif terhadapnya sehingga dapat berlanjut kepada kepercayaan dan loyalitas".

Definisi itu dikemukakan dari pemikiran David McNally, seorang profesor ilmu politik di York University bersama rekannya Karl D. Speak yang merupakan konsultan eksekutif manajemen merek, dalam bukunya "Be your own brand".

Sementara duo praktisi komunikasi Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu mengartikan personal brand adalah suatu kesan yang berkaitan dengan keahlian, perilaku maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dengan tujuan untuk menampilkan citra dirinya. Personal brand dapat dijadikan suatu identitas yang digunakan orang lain dalan mengingat seseorang.

Citra diri tidak bisa dibangun secara sulapan dalam hitungan hari, melainkan perlu konsistensi yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang hingga menciptakan kesan yang tertanam di benak khalayak. Pada era teknologi, pencitraan diri mesti dilakukan beriringan, baik secara daring maupun luring, karena audiens masa kini hidup di dua alam itu.

 

Tujuh langkah

Membangun merk diri bukan hal mudah yang dapat diciptakan dengan proses instan. Terdapat sejumlah langkah yang perlu ditempuh dengan kesungguhan untuk menggapainya. Inilah tujuh langkah menuju pencapaian personal branding.

1. Identifikasi. Kenali potensi diri, bakat, dan juga minat. Lalu kembangkan potensi itu, poleslah bakat dan tekuni minat, hingga Anda menjadi "sesuatu". Proses mengenali diri sendiri amat penting sebelum berlanjut pada tahap memasarkan diri.

2. Promosi. Buatlah karya-karya menarik berkenaan dengan keahlian Anda, kemudian sebarkan melalui sarana media yang tersedia, baik di dunia nyata maupun maya. Bikin karya Anda bertebaran di mana-mana hingga publik mengenal Anda.

3. Berbagi. Jangan pelit ilmu, berbagilah pengetahuan dan pengalaman dengan siapa saja, apalagi kepada orang yang sengaja datang untuk bertanya. Ciptakan suasana diskusi bersama orang-orang yang menaruh minat pada bidang keahlian Anda.

4. Jaringan. Koneksi atau jaringan adalah kekayaan nonbenda nan berharga, bangun dan rawatlah sebaik mungkin, karena kekuatan jaringan mampu membuat Anda bertahan eksis dalam lingkaran keterhubungan.

5. Berguna. Berupayalah untuk selalu berguna bagi lingkungan sekitar dan sesama, dengan melakukan kebaikan tanpa pamrih. Menabur kebaikan, agendakan menjadi aktivitas rutin harian Anda. Bukan untuk mengharap balasan, melainkan untuk kepuasan, karena berbuat kebajikan akan menimbulkan kebahagiaan dan menjadikan Anda pribadi menawan.

6. Eksistensi. Jaga selalu eksistensi diri dengan hadir melalui karya-karya cemerlang yang mampu mengundang banyak penggemar. Setelah memiliki penggemar, jalin kedekatan dengan mereka dan cari tahu apa yang mereka butuhkan, lantas jadilah jawaban dari kebutuhan mereka. Dengan begitu mereka akan menjadi penggemar setia yang mampu mempertahankan eksistensi Anda.

7. Menjadi ahli, sumber referensi. Geluti profesi atau bidang keahlian Anda dengan dedikasi dan totalitas tinggi hingga menjadikan Anda seorang ahli, kemudian menjadi sumber referensi bagi banyak kalangan. Jangan lupa terus melakukan pembaruan (updating) dan peningkatan (upgrading) kemampuan agar tetap menjadi SDM yang relevan dengan zaman.

Bila Anda telah menjadi pemain terbaik dalam suatu bidang tertentu, niscaya tak perlu mencari-cari pekerjaan atau mata pencaharian, karena rezeki akan menghampiri setiap saat.

 

Perang pencitraan

Tak ubahnya dalam dunia hiburan, jagat politik juga merupakan wahana seru berlangsungnya perang pencitraan.

Pesta demokrasi menjadi ajang perlombaan bagi para kontestan (partai dan politikus) untuk memasarkan diri demi menarik hati para pemilih. Promosi diri dalam menyongsong pesta demokrasi terbilang paling berpotensi menjurus unsur manipulasi. Para pemainnya rela menjelma menjadi apa saja supaya bisa diterima “pasar”.

Di jalan-jalan raya, berbagai poster dan baliho caleg maupun capres bertebaran menyesaki pemandangan, yang bila dipandang secara seksama foto dan penampilan mereka sungguh bikin pangling karena jauh berbeda dengan asli dan kesehariannya.

Salah satu jurus cosplay para peserta pemilu adalah memamerkan sosok religius berikut simbol-simbolnya, seperti gelar haji, mengenakan surban, sarung, pose cium tangan kiai, dan lain sebagainya. Pemandangan yang mendamaikan bila itu berada di kehidupan nyata, namun terasa hampa ketika sekadar jadi pajangan pada poster atau baliho belaka.

Memasarkan diri (juga partai) melalui iklan-iklan di jalanan menjadi salah satu strategi agar wajah-wajah calon wakil rakyat atau calon presiden (capres) makin dikenal luas dan diingat oleh masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu. Namun jika unsur manipulasinya terlalu kental, maka bukan simpati rakyat yang mereka dapat, melainkan malah antipati dan menjadi kontraproduktif sebagai sebuah iklan.

Belum lagi perang poster di area publik yang tidak memperhatikan etika, estetika, dan keindahan lingkungan hanya akan menjadi sampah visual, sedangkan pesan utamanya tidak tersampaikan.

 

Citra abadi

Membangun citra diri positif alangkah baiknya berbasis kesadaran dan ketulusan untuk menjadi pribadi baik dengan atau tanpa kepentingan. Pencitraan yang dibangun atas alasan kepentingan, apalagi kepentingan politik, hanya akan menjerumuskan seseorang pada ambisi menjadi figur tampak baik tapi bukan kualitas diri yang sebenarnya. Figur tampak baik hanya akan bertahan selama dia berkepentingan saja.

Berbeda halnya merk diri yang ingin diciptakan dengan motivasi menjadi pribadi yang bernilai. Bersumber dari kebaikan hati, kekuatan karakter, kecemerlangan isi kepala, serta kreativitas ide dan gagasan, sebuah merk diri akan melekat lebih abadi.

Seberapa hebat sebuah pencitraan diciptakan, tetapi pribadi imitasi tak akan memikat hati dan perilaku tipu-tipu tak akan laku, kecuali hanya untuk jangka waktu tertentu.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023