Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menyatakan telah mengetahui informasi mengenai pertemuan Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai dengan pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.

Menurut Staf Khusus Menlu RI untuk Isu Kawasan Ngurah Swajaya, Indonesia telah terlebih dahulu mengetahui informasi tersebut, bahkan sebelum Don mengungkapkan kepada para menlu Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengenai perjumpaannya dengan Suu Kyi di penjara Myanmar.

“Ya kita senang saja, Don menjelaskan apa yang terjadi dalam pertemuan itu… bahwa katanya beliau (Suu Kyi) mendorong dilakukannya dialog tanpa syarat,” kata Ngurah di sela-sela Pertemuan ke-56 Menlu ASEAN di Jakarta, Jumat.

Menanggapi perjumpaan Don dan Suu Kyi, Ngurah menjelaskan bahwa semangat dialog sejalan dengan pendekatan yang dilakukan Indonesia dengan berbagai pemangku kepentingan di Myanmar untuk membantu penyelesaian konflik politik.

Dia kemudian menanggapi pernyataan Menlu Thailand yang menyebut Indonesia tidak tahu mengenai situasi sebenarnya di Myanmar, sehingga Thailand—yang ikut terdampak krisis karena berbatasan langsung dengan Myanmar—membenarkan tindakannya yang mengambil inisiatif sendiri untuk menyelesaikan masalah di negara itu.

“Kita tidak berpura-pura tahu semuanya di lapangan, karena itu kita harus kerja sama, bukan hanya dengan Myanmar, tetapi juga dengan mitra-mitra ASEAN serta PBB,” kata Ngurah.
Baca juga: Indonesia tetap jalankan diplomasi senyap untuk tangani isu Myanmar

ASEAN, dalam komunike bersama yang dirilis setelah AMM ke-56, menegaskan kembali bahwa Konsensus Lima Pon (5PC) tetap menjadi acuan utama untuk mengatasi krisis politik di Myanmar.

Sementara itu, Thailand diketahui telah mengambil langkah berbeda dalam penyelesaian isu di Myanmar, dengan menggelar sedikitnya tiga pertemuan yang mengundang perwakilan junta Myanmar.

Menlu Don membenarkan tindakan tersebut, yang menurutnya telah merujuk pada kesepakatan para pemimpin ASEAN berdasarkan dokumen Tinjauan dan Keputusan Implementasi 5PC.

Dia merujuk pada artikel 14 dari dokumen hasil yang dirilis usai KTT ASEAN 2022 di Phnom Penh, Kamboja, yang berbunyi “ASEAN akan mempertimbangkan untuk menjajaki pendekatan lain yang dapat mendukung pelaksanaan Konsensus Lima Poin”.

“Pendekatan sudah kita lakukan, tetapi pendekatan bukan berarti legitimasi (terhadap kekuasaan junta). Nah kalau ada pikiran supaya (junta) datang ke pertemuan ASEAN, itu kan artinya legitimasi,” kata Ngurah, menegaskan alasan Indonesia tidak menghadiri pertemuan-pertemuan dengan junta Myanmar yang diinisiasi oleh Thailand.
Baca juga: ASEAN apresiasi Indonesia intensif libatkan semua pihak di Myanmar

Lebih lanjut Ngurah menolak mengomentari apakah pertemuan Don dan Suu Kyi menunjukkan ikon demokrasi Myanmar itu lebih mempercayai Thailand, karena tujuan sebenarnya dari proses penyelesaian krisis politik di Myanmar adalah terwujudnya dialog nasional inklusif yang dimiliki dan dipimpin rakyat Myanmar (Myanmar-owned and Myanmar-led mechanism).

“Kita bangun semuanya bertahap, kalau mulai terjadi dialog that is concrete arrangement. Negara ASEAN dan mitra ASEAN sangat mengapresiasi apa yang Indonesia lakukan, tetapi memang betul tujuan ini masih belum tercapai. Kita sedang membangun strategi untuk mencapai tujuan. Ini seperti maraton yang panjang,” kata Ngurah.

Myanmar telah dilanda kekerasan serta krisis politik dan ekonomi sejak militer melancarkan kudeta terhadap pemerintah terpilih pada Februari 2021.

Sejak itu, militer menyingkirkan para tokoh demokrasi Myanmar termasuk Suu Kyi, dengan memenjarakan mereka atas berbagai tuduhan yang dibuat-buat.

Baca juga: Isu Myanmar dominasi pembahasan dalam pertemuan menlu ASEAN

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023