Beijing, China (ANTARA) - Utusan khusus presiden Amerika Serikat untuk urusan iklim, John Kerry, mengatakan bahwa “sangat penting bagi China dan Amerika Serikat untuk menciptakan perkembangan nyata” mengenai kerja sama iklim dalam empat bulan sebelum pelaksanaan COP28.

Hal itu disampaikannya kepada utusan khusus presiden China untuk urusan iklim, Xie Zhenhua, di Beijing, China, pada Senin (17/7).

Sementara COP28 atau Konferensi Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 rencananya akan dilaksanakan di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada 30 November hingga 12 Desember.

Kerry mendesak China untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk mengurangi tingkat emisi metana dan dampak iklim dari penggunaan batu bara.

Kedua pihak sedang berupaya untuk membangun kepercayaan kembali setelah pembicaraan iklim antara dua negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia tersebut ditangguhkan pada tahun lalu.

Menurut Xie, delegasi iklim Amerika Serikat dan China dapat berperan dalam meningkatkan hubungan kedua negara.

“Dalam tiga hari ke depan, kami berharap dapat mulai mengambil langkah-langkah besar yang akan menunjukkan keseriusan China dan Amerika Serikat untuk mengatasi risiko, ancaman, dan tantangan bersama umat manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri,” ujar Kerry.

Kedua negara telah dilanda suhu udara panas yang memecahkan rekor serta cuaca ekstrem dalam beberapa bulan terakhir.

Pada Minggu (16/7), suhu yang terekam di salah satu stasiun cuaca di Xinjiang, yang terletak di barat laut China, mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu 52,2 derajat Celsius.

Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat, Italia, dan Yunani telah mengeluarkan peringatan akan terjadinya cuaca panas yang parah.

Banjir hebat yang menerjang berbagai negara di dunia akhir-akhir ini telah menewaskan 40 orang di Korea Selatan dan sedikitnya lima orang di wilayah timur laut Amerika Serikat.

Curah hujan yang sangat tinggi di India juga memaksa ratusan penduduk New Delhi, ibu kota negara tersebut, mengungsi.

“Banjir dan badai terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada sebelumnya... Kebakaran menghanguskan jutaan hektar hutan setiap tahun,” kata Kerry di depan para delegasi iklim kedua negara.

“Situasi seperti ini berbahaya bagi penduduk China maupun Amerika, serta bagi orang-orang di semua negara di planet ini,” lanjutnya.

Pertemuan antara dua delegasi untuk iklim tersebut tidak memiliki agenda yang pasti, namun diharapkan akan fokus membahas pengurangan tingkat emisi metana dan gas non-karbon dioksida lainnya, serta isu lain terkait COP28 mendatang.

Ketergantungan China pada pemanfaatan batu bara juga kemungkinan akan menjadi pembahasan dalam pertemuan tersebut.

Kerry memuji "usaha luar biasa" yang telah dilakukan oleh China dalam meningkatkan kapasitas energi terbarukan.

Akan tetapi, ia mengatakan bahwa upaya tersebut telah dirusak oleh pembangunan beberapa pembangkit listrik baru dengan batu bara sebagai bahan bakarnya.

Pemerintah China mempercepat proses persetujuan untuk pembangunan pembangkit listrik baru bertenaga batu bara sejak tahun lalu. Negara tersebut telah berjanji untuk mulai mengurangi konsumsi batu bara pada 2026.





Saling percaya

Kunjungan Kerry kali ini menandai dimulainya kembali hubungan resmi diplomasi iklim tingkat tinggi antara kedua negara.

Ia adalah pejabat Amerika Serikat ketiga yang mengunjungi China dalam beberapa pekan terakhir, saat kedua negara berusaha untuk menstabilkan hubungan bilateral mereka.

Sebelum melakukan serangkaian pembahasan, Kerry dan Xie bertemu pada Minggu malam untuk makan malam bersama.

Kerry memuji Xie yang telah kembali bekerja setelah sembuh dari sakitnya. Keduanya menyebut satu sama lain sebagai teman.

“Saya menghitung bahwa kami telah bertemu 53 kali sejak kami berdua ditunjuk sebagai utusan khusus” kata Xie.

Namun, terlepas dari hubungan baik antara kedua pejabat veteran itu, ketegangan antara kedua negara mungkin dapat menghambat kemajuan pembahasan iklim bilateral yang sedang berlangsung hingga Rabu (19/7) ini.

Pembahasan iklim antara kedua negara ini ditangguhkan tahun lalu setelah kunjungan ketua DPR Amerika Serikat saat itu, Nancy Pelosi, ke Taiwan, sebuah kepulauan dengan pemerintahan demokratis sendiri yang diklaim China merupakan bagian dari wilayahnya.

Pemerintah China juga menuduh Amerika Serikat secara tidak adil mengkritik pencapaian kebijakan iklim pihaknya.

Sementara menurut China, pemerintah Amerika Serikat gagal memenuhi janji mereka sendiri, terutama untuk membiayai aksi iklim di negara-negara miskin.

Pemerintah China juga geram dengan pernyataan Amerika Serikat yang mendesak pihaknya harus berbuat lebih banyak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

China berpendapat bahwa mereka adalah negara berkembang yang secara historis memiliki jumlah emisi yang jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat.

Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan bahwa upaya untuk mendorong negara-negara berkembang untuk memikul lebih banyak beban pengurangan emisi gas rumah kaca akan memicu "perselisihan" dengan China.

Pemerintah China mengatakan tindakan seperti itu tidak sesuai dengan Perjanjian Paris, sebuah kesepakatan internasional tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang diadopsi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2015.

“Menurut saya, Kerry dan Xie memiliki kemitraan yang sangat kuat, mereka memiliki rasa saling percaya,” kata Zhang Haibin, wakil dekan Sekolah Studi Internasional di Universitas Peking.

“Tetapi, mempertimbangkan situasi di masa depan... ada banyak ketidakpastian. Politik dalam negeri Amerika Serikat kini sudah mulai bersiap untuk pemilihan presiden berikutnya. Politik dalam negeri Amerika Serikat sangatlah rumit,” tambahnya.

Sumber: Reuters
Baca juga: Amerika Serikat-China sepakati upaya perubahan iklim bersama
Baca juga: Biden, Trudeau janji akan menentang China dan tangani iklim
Baca juga: Emisi karbon Tiongkok akan lampaui Amerika Serikat


Penerjemah: Uyu Septiyati Liman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023