Jakarta (ANTARA) - Indonesia menyampaikan dorongan untuk mengupayakan penanganan tantangan global secara bersama kepada negara-negara G20 dalam kegiatan ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting-Working Group (AFCDM-WG) ke-3 di bawah Presidensi India.

Isu-isu tersebut mencakup keuangan berkelanjutan dan infrastruktur, ekonomi dan kesehatan global, arsitektur keuangan internasional, perpajakan internasional, serta sektor keuangan dan inklusi keuangan.

“Dalam agenda keuangan berkelanjutan dan infrastruktur, ada berbagai faktor penting dalam mencapai tujuan bersama dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan agenda iklim bersama,” kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Faktor-faktor tersebut di antaranya keuangan transisi; skema pembiayaan campuran (blended finance); kebijakan yang menyeluruh dari sisi fiskal, sektor riil, makro, serta mikroprudensial; dan klasifikasi aktivitas transisi hijau.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Menkeu mendorong kolaborasi global dan upaya internasional agar tiap negara tetap berada di jalur dalam mencapai target iklim dan pembangunan berkelanjutan bersama.

Terkait infrastruktur, sambung Sri Mulyani, Indonesia mendukung prinsip-prinsip G20 dalam pembiayaan kota masa depan sebagai acuan sukarela dan tidak mengikat dalam mempercepat pembangunan infrastruktur yang berkesinambungan untuk mencapai kota inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.

Kemudian, untuk isu kesehatan global, Menkeu mendorong negara-negara G20 untuk terus menjaga kolaborasi antara Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan untuk kesiapsiagaan dan penanggulangan pandemi.

Sri Mulyani mengatakan Indonesia menyambut penyelesaian call for proposals oleh Pandemic Fund (Dana Pandemi) dan menantikan putaran pertama pendanaan yang akan masuk secara bertahap dalam beberapa bulan.

“Akan tetapi, mobilisasi Dana Pandemi saat ini baru mencapai $1,7 miliar, masih jauh dibanding kebutuhan dana sebesar $10,5 miliar,” ujar Menkeu.

Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang mengembangkan kerangka volatilitas dan risiko ekonomi dan kesehatan (Framework of Economic Vulnerabilities and Risks/FEVR) yang berkonsultasi dengan Bank Dunia, Bank Investasi Eropa, dan Dana Moneter Internasional.

Pada agenda arsitektur keuangan internasional, Indonesia mendorong implementasi dari peta jalan Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework) dari Bank Pembangunan Multilateral.

Indonesia juga menyampaikan bahwa G20 perlu memanfaatkan peluang untuk memperkuat Bank Pembangunan Multilateral dan investasi swasta untuk pembiayaan Barang Publik Global (Global Public Goods/GPG).

Terkait itu, Indonesia menjadi contoh kasus untuk pembiayaan GPG melalui inisiatif Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM), sebagai bentuk katalisasi pendanaan pemerintah, Bank Pembangunan Multilateral, dan investasi swasta.

Adapun terkait perpajakan internasional, Sri Mulyani menegaskan kembali bahwa tujuan dari Solusi Dua Pilar, yaitu untuk meningkatkan keadilan, kemudahan, dan kepastian.

Secara khusus, Pilar Satu akan memberikan alokasi keuntungan yang lebih adil untuk meningkatkan kesetaraan. Sedangkan Pilar Dua ditujukan untuk mengatasi permasalahan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang masih tersisa.

Menkeu mengatakan peningkatan kapasitas pada Pilar Dua harus diprioritaskan karena Pilar Dua akan segera diimplementasikan.

Baca juga: Menkeu: RI berperan berantas kejahatan lintas negara bidang keuangan

Baca juga: Menkeu sebut RI miliki peran kepemimpinan krusial dalam transisi hijau

Baca juga: Menkeu: Pembangunan infrastruktur jurus keluar dari middle income trap


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023