Kita mengharapkan pemerintah bijak menentukan plastik mana saja yang akan dikenakan
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman berharap pemerintah bijak menentukan plastik yang akan dikenakan objek cukai dalam pengenaan tarif cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024.

Menurut Adhi, pihaknya telah berkomunikasi dengan Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Namun, ia mengaku belum berkoordinasi dengan DPR RI soal rencana penerapan tarif cukai itu.
 
"Kita mengharapkan pemerintah bijak menentukan plastik mana saja yang akan dikenakan. Tetapi, menurut saya, tidak bisa semua jenis plastik dikenakan," katanya ditemui seusai konferensi pers Agri-Food Tech Expo Asia 2023 di Jakarta, Rabu.
 
Adhi juga menegaskan penerapan cukai baik untuk plastik maupun minuman berpemanis merupakan kebijakan yang kurang tepat.
 
Ia menilai kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi minuman berpemanis dan membuang sampah itulah yang seharusnya bisa ditegaskan.
 
"Tetapi, sebetulnya intinya, kami juga menyampaikan bahwa cukai itu tidak tepat baik untuk plastik maupun pemanis karena kita yang harus merubah itu budaya kita, kebiasaan kita. Karena, mau diberikan cukai berapa pun, kalau tetap membuang sampah plastik sembarangan, sampah itu akan terjadi dan tidak akan mengurangi jumlah sampah plastik, mau berapapun cukainya," katanya.
 
Demikian pula, dalam kasus gula atau minuman berpemanis. Menurut dia, sejumlah negara seperti Thailand dan Filipina juga mengenakan cukai gula tetapi hal itu tidak serta merta menurunkan angka penyakit tidak menular (PTM) di negara tersebut.
 
"Apalagi gula juga itu tidak ada bukti penyakit tidak menular menurun karena cukai gula. Kebanyakan negara di Filipina atau Thailand juga kena cukai gula, tetapi PTM-nya naik saja," katanya.
 
Sebelumnya, Kementerian Keuangan baru akan memberlakukan cukai plastik dan cukai minuman berpemanis pada 2024. Penerapan cukai ini tadinya direncanakan bisa dilakukan pada tahun ini namun implementasinya batal karena sejumlah faktor, salah satunya mempertimbangkan kondisi industri makanan dan minuman yang saat ini belum stabil akibat dampak pandemi COVID-19.
 
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani mengungkapkan alasan lainnya yakni karena pemerintah masih menunggu ditetapkan dalam aturan turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), sehingga belum bisa dibahas dan dimasukkan ke RAPBN.

Namun, saat ini sudah masuk ke Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan FIskal (KEM PPKF) 2024.
 
Selain itu, menetapkan komoditas baru menjadi barang kena cukai perlu koordinasi dan sosialisasi, hingga aturan yang matang sehingga tidak menimbulkan kontra di masyarakat dan pelaku usaha.

Baca juga: Cukai plastik ditunda, Kemenkeu: Tunggu waktu yang tepat
Baca juga: Ekonom dukung kebijakan terkait cukai minuman berpemanis dan plastik
Baca juga: DPR setujui penerapan tarif cukai untuk produk plastik

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023