Surabaya (ANTARA) - Pakar Transportasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. Ir. Dadang Supriyanto, M.T., menyebut perubahan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) dari lima tahun menjadi seumur hidup berpotensi menurunkan pengawasan pada pengendara.

"Jika SIM berlaku seumur hidup dikhawatirkan berkurangnya faktor pengawasan, karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan, bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain-lain," ujar Prof. Dadang di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, dengan SIM yang mempunyai batasan waktu mekanisme evaluasi, pengawasan dan edukasi bisa berkesinambungan, karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi.

Prof. Dadang menjelaskan SIM merupakan sertifikasi dari pengemudi, sehingga melalui prosedur dan tahapan yang berlaku.

Baca juga: Anggota DPR dukung kebijakan keringanan dalam biaya pengurusan SIM

Baca juga: Dirlantas: Video viral ibu-ibu mengomel jadi bahan evaluasi


"Seorang pengemudi itu harus dibekali kompetensi keahlian sesuai amanah UU No. 22 tahun 2004, karena seorang pengemudi membawa orang, penumpang atau barang, sehingga seorang pengemudi harus dibekali dengan uji kompetensi," tuturnya.

Selain itu, sebelum diterbitkan sertifikasi atau SIM ada uji tes secara fisik, pengetahuan, tentang rambu dan aturan karena dalam fundamental angkutan jalan ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana dan regulasi.

"Seorang pengemudi kemampuannya harus dievaluasi, sehingga bisa diketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari persentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, rambu-rambu yang dilakukan oleh pengemudi," ucapnya.

Terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh Polri khususnya dalam proses penerbitan SIM, dia berharap bisa mengikuti petunjuk Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberi kemudahan dengan tetap berdasarkan kompetensi atau kemampuan demi keselamatan bersama dalam berlalu lintas.

Sementara Dosen Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya Bagus Oktafian Abrianto, S.H., M.H., sepakat jika SIM harus ada jangka waktu.

Baca juga: Kapolri minta petugas latih masyarakat sebelum praktik ujian SIM

"Kenapa? yang pertama karena orang yang mendapatkan SIM pada saat awal belum tentu sama keadaannya pada saat tahun-tahun berikutnya," katanya.

Dia mencontohkan seseorang yang mendapatkan SIM pada tahun 2023 belum tentu sama keadaannya pada tahun 2024. Jika pada pada 2024 seorang tersebut mengalami sakit, maka tidak bisa disamakan dengan orang sehat.

Kedua, menurut Bagus, adanya batasan tertentu dalam izin membuat pihak berwenang dapat mencabut SIM tersebut jika orang tersebut melakukan pelanggaran.

"Karena sebagai salah satu aplikasi pengawasan, dan menjadi kewenangan Polri sesuai dengan pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Pelayanan Publik," ujarnya.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023