Jakarta (ANTARA) - Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berkas perkara dugaan suap Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil (MA) sudah lengkap atau P21 dan siap disidangkan.

Selain itu, berkas perkara tersangka lain dalam kasus tersebut, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan, juga dinyatakan P21.

"Tim Jaksa KPK yang meneliti sekaligus mempelajari kelengkapan formil dan materil dari berkas perkara MA dan MFA tersebut menyatakan lengkap dan siap untuk dibawa ke persidangan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Tim Penyidik KPK hari ini juga telah melaksanakan penyerahan kedua tersangka dan barang buktinya kepada tim Jaksa KPK.

Ali menerangkan penahanan terhadap kedua tersangka masih tetap dilakukan untuk 20 hari ke depan sampai 23 Agustus 2023 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru akan segera dilakukan dalam waktu 14 hari kerja," ujarnya.

Baca juga: KPK segera sidangkan penyuap Bupati Kepulauan Meranti

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap.

Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Penyidik KPK telah menemukan bukti bahwa Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima uang sekitar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.

Dalam kasus ini, MA diduga memerintahkan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memotong anggaran sebesar 5 hingga 10 persen, kemudian disetorkan kepada FN selaku orang kepercayaan MA.

Baca juga: KPK: Bupati Meranti akan gunakan uang hasil korupsi untuk kampanye

Selain menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, FN diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah.

PT TM terlibat dalam proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Perusahaan travel tersebut mempunyai program setiap memberangkatkan lima orang ibadah umrah maka akan mendapatkan jatah gratis umrah untuk satu orang, namun pada kenyataannya tetap ditagihkan enam orang kepada Pemkab Kepulauan Meranti.

Selain untuk keperluan operasional MA, uang hasil korupsi juga digunakan untuk menyuap MFA demi memberikan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.

Baca juga: KPK tetapkan tersangka dan tahan Bupati Kepulauan Meranti

Atas perbuatannya para tersangka tersebut disangkakan dengan pasal sebagai berikut, tersangka MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Tersangka FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kemudian MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga: KPK sita miliaran rupiah dalam OTT Bupati Meranti
Baca juga: KPK: Bupati Meranti diduga suap auditor BPK demi predikat WTP

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023