Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengatakan tiga krisis planet yang meliputi perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati membutuhkan penanganan kolaborasi semua negara agar planet Bumi tetap layak huni.
 
"Persoalan tersebut menjadi tantangan global yang sedang dihadapi saat ini, dan memerlukan kolaborasi serta kerja sama, baik bilateral maupun multilateral guna mempertahankan masa depan yang tetap layak huni, yaitu planet Bumi," ujarnya di Jakarta, Jumat.
 
Siti memandang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Dubai, pada akhir tahun ini, menjadi momentum penting bagi seluruh pihak dalam aksi pengendalian peningkatan suhu bumi dan sebagai peluang utama untuk fokus pada agenda iklim melalui course correct pada adaptasi, pendanaan iklim, serta loss and damage.

Baca juga: Wapres tinjau paviliun Indonesia di UNFCCC Sharm El-Sheikh Mesir
 
Menurutnya, tiga krisis planet bila didalami merujuk kepada masalah utama terkait indikasi kerusakan atmosfer akibat peningkatan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.
 
Sejak 2015, Indonesia terus berkomitmen untuk melakukan upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan menyampaikan berbagai dokumen wajib ke Sekretariat United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC).
 
Dokumen-dokumen tersebut, antara lain Third National Communication, 2nd dan 3rd Biennial Update Report, First Nationally Determined Contribution (1st NDC), Updated NDC, dan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim 2050.
 
Pada 23 September 2022, Indonesia menyampaikan Enhanced Nationally Determined Contribution atau ENDC ke Sekretariat UNFCCC, dengan mempertajam target reduksi emisi gas rumah kaca dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kekuatan nasional. Kemudian, dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Baca juga: Menuju COP26 UNFCCC, Indonesia siapkan delegasi andal
 
Indonesia telah memulai penyusunan Second National Determined Contribution (SNDC) yang selaras dengan Strategi Jangka Panjang Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim 2050, dengan visi iklim Indonesia untuk mencapai net zero emission di 2060 atau lebih cepat.
 
Menteri Siti berharap Indonesia bisa menyampaikan submisi SNDC ke UNFCCC pada tahun 2024.
 
“Saya perlu menegaskan di sini bahwa ENDC kita dibangun dalam orientasi kita menuju kondisi penurunan 1,5 derajat Celcius, maka dengan exercise yang detail kita mendapatkan angka 43,2 persen kondisi CM 2 pada 2030," ucapnya.
 
Angka itu kira-kira sama dengan target Amerika Serikat, yaitu 43 persen. Berdasarkan data penurunan emisi gas rumah kaca, Indonesia tercatat penurunan sebesar 47,28 persen pada 2020 dan 43,82 persen pada 2021.
 
Menurut Siti, tahun lalu, prakiraan bisa lebih baik dengan indikasi penanganan kebakaran hutan dan lahan yang lebih baik.

Baca juga: UNFCCC tunda KTT Perubahan Iklim hingga 2021

Baca juga: Luas mangrove Indonesia meningkat, kata delegasi COP25-UNFCCC
 
Keberhasilan penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020, berasal dari sektor hutan dan lahan, yakni menjadi 182 juta ton karbon dioksida dari semula lebih dari 900 juta ton karbon dioksida pada tahun 2019.
 
Saat ini pemerintah sedang bekerja keras untuk penurunan emisi gas rumah kaca sektor energi melalui elektrifikasi, moratorium PLTU, membangun sumber energi hijau, serta penerapan efisiensi energi.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023