Singapura (ANTARA) - Yen merana di dekat level terlemahnya dalam sembilan bulan di awal sesi Asia pada Rabu, membuat para pedagang waspada terhadap tanda-tanda intervensi, sementara meningkatnya kekhawatiran atas prospek ekonomi China yang tergagap dan suram memperburuk suasana di Asia.

Yuan di pasar luar negeri berjuang untuk melepaskan diri dari level terendah sembilan bulan di sesi sebelumnya, setelah meluncur ke level itu karena serangkaian data China pada Selasa (15/8/2023) di bawah perkiraan, dan mendorong Beijing untuk memberikan pemotongan tak terduga pada suku bunga kebijakan utamanya.

Terakhir yuan sedikit berubah pada 7,3240 per dolar.

Kesuraman China membuat dolar Australia dan Selandia Baru, sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan, jatuh ke level terendah sejak November di awal perdagangan Asia.

Aussie berada di posisi terendah 0,6440 dolar AS, sementara kiwi merosot ke level terendah 0,5939 dolar AS, menjelang keputusan suku bunga oleh bank sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) pada Rabu.

"Bank sentral China, People's Bank of China (PBoC) telah memimpin dalam memberikan sedikit pelonggaran yang telah terwujud sejauh ini, tetapi masih banyak yang harus dilakukan," kata Aninda Mitra, kepala strategi makro dan investasi Asia di BNY Mellon Investment Management.

"Tekanan sekarang menumpuk pada pembuat kebijakan untuk bertindak lebih cepat, dan dengan cara yang lebih besar. Tren pelemahan aktivitas China tidak sepenuhnya tidak terduga. Namun kejutan penurunan, bahkan di tengah konsensus yang suram, menempatkan tanggung jawab pada pembuat kebijakan untuk bertindak konsisten."

Di tempat lain, penurunan yen juga membuat para pedagang waspada terhadap intervensi apa pun dari Jepang, dengan mata uang telah melewati level 145 per dolar yang diawasi ketat untuk empat sesi sekarang, zona yang memicu penjualan dolar besar-besaran oleh otoritas Jepang pada September dan Oktober tahun lalu.

Para pembuat kebijakan belum seheboh tahun lalu dalam retorika mereka melawan pelemahan yen, dengan Menteri Keuangan Shunichi Suzuki mengatakan pada Selasa (15/8/2023) bahwa pihak berwenang tidak menargetkan tingkat mata uang absolut untuk intervensi.

"Jika kita naik menuju 150, saya pikir itu menjadi semakin mungkin (untuk intervensi)," kata Ray Attrill, kepala strategi valas di National Australia Bank. "Tapi di mana kita saat ini, saya pikir keheranan akan terus berlanjut tetapi saya tidak yakin kita akan melihat intervensi."

Di pasar mata uang yang lebih luas, dolar berada di depan setelah penjualan ritel AS melampaui ekspektasi pada Juli, menggarisbawahi ketahanan ekonomi dan memperkuat kasus Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.

Itu mengirim imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun melonjak ke level tertinggi sejak Oktober di 4,2740 persen pada Selasa (15/8/2023). Terakhir berdiri di 4,2110 persen.

Imbal hasil obligasi pemerintah dua tahun juga naik ke puncak lebih dari satu bulan di 5,0240 persen di sesi sebelumnya dan terakhir di 4,9437 persen.

Greenback diperkirakan mendorong imbal hasil obligasi pemerintah lebih tinggi, dengan indeks dolar menambah sedikit kenaikan menjadi 103,22.

Euro sedikit berubah pada 1,0902 dolar, sementara sterling merosot 0,05 persen menjadi 1,2696 dolar, menjelang data inflasi Inggris yang akan dirilis Rabu nanti.

Baca juga: Dolar AS naik setelah data penjualan ritel lebih baik dari perkiraan
Baca juga: Emas merosot lagi setelah data ekonomi AS lebih baik dari perkiraan
Baca juga: Minyak stabil di awal Asia di tengah data China lemah, pasokan ketat

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023