Dibandingkan harga nikel ore mentah yang sebesar 30 dolar AS/ton, apabila diolah hingga menjadi MHP, nilai tambah komoditas tersebut dapat meningkat hingga 120,94 kali atau mencapai 3.628 dolar AS/ton
Jakarta (ANTARA) -
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan pemerintah menerapkan kebijakan industrialisasi berbasis hilirisasi yang memberikan berbagai manfaat, baik dalam bentuk nilai tambah industri, penerimaan negara, serta kesejahteraan masyarakat.
 
Hal itu sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-78 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Rabu, di mana Presiden menyebut bahwa Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah, dan mensejahterakan rakyatnya.
 
"Pada hilirisasi nikel, Kemenperin menghitung potensi nilai tambah pada industri smelter nikel yang dapat memproduksi hingga produk hilir. Dibandingkan harga nikel ore mentah yang sebesar 30 dolar AS/ton, apabila diolah hingga menjadi MHP, nilai tambah komoditas tersebut dapat meningkat hingga 120,94 kali atau mencapai 3.628 dolar AS/ton," kata Menperin lewat keterangan di Jakarta, Rabu.
 
Untuk mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dengan mengolah komoditas menjadi produk-produk hilir, Kemenperin melakukan langkah-langkah menghadirkan industri di antaranya melalui promosi investasi bagi produk hilir termasuk dengan insentif fiskal dan nonfiskal, perluasan kerja sama internasional untuk mengisi pasar ekspor baru, serta memperkuat kemampuan negosiasi dan posisi dalam upaya menghadapi tekanan dari perdagangan dan diplomasi internasional.
 
Pada sektor industri agro, Kemenperin juga mengupayakan hilirisasi dapat menghasilkan produk-produk inovatif yang memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.
 
Misalnya hilirisasi komoditas kelapa sawit menghasilkan oleo food complex yang merupakan produk-produk baru pangan modern yang sehat dan bernutrisi. Kemudian, biomaterial complex yang juga dapat memacu penguasaan teknologi dan komersialisasi industri biomaterial baru untuk substitusi impor, serta bahan bakar nabati berbasis sawit (biodiesel, green diesel, green fuel, biomass) sebagai bahan bakar EBT untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.
 
Industri manufaktur juga didorong untuk memanfaatkan EBT untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan. Dalam catatan Kemenperin, beberapa kawasan industri telah berinvestasi pada penyediaan listrik dengan EBT, baik yang berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), maupun sumber EBT lainnya.
 
"Kemenperin bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan Eco Industrial Park (EIP) atau kawasan industri ramah lingkungan yang berimplikasi penting terhadap pelestarian lingkungan dalam sektor perindustrian," ujar Menperin.
 
Untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung berjalannya hilirisasi, Kemenperin juga mengakselerasi pembangunan SDM industri yang produktif, kompeten dan berdaya saing global di era transformasi digital.
 
Dengan terus memperhatikan perkembangan teknologi dan juga dinamika di dunia internasional, Indonesia harus terus beradaptasi terhadap paradigma dari waktu ke waktu yang semakin berkembang, antara lain terkait EBT dan digitalisasi, untuk menghasilkan green product.
 
"Keberhasilan hilirisasi membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada, seperti ketersediaan infrastruktur, energi, logistik, perizinan, fasilitas fiskal, maupun keamanan," kata Menperin.

Baca juga: Presiden yakin hilirisasi SDA bakal tingkatkan pendapatan per kapita
Baca juga: Pengamat harap kebijakan hilirisasi tingkatkan nilai tambah produk
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023