Cinta bukan ke esport-nya, cintanya itu sama Indonesia. Bagaimana bisa menjadi representasi Indonesia di dunia.
Jakarta (ANTARA) - "Selama Indonesia masih butuh kemampuan dan pengalaman saya, dan selama saya mampu, saya pasti siap untuk membantu."

Kata-kata itu terucap dari Richard Permana, yang sudah hampir 20 tahun malang melintang di dunia esport.

Perkenalannya dengan esport terjadi saat pria kelahiran 27 Juni 1986 itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Waktu itu, esport masih sangat asing bagi masyarakat.

Richard harus melawan pemikiran konservatif orang tuanya dan stereotipe anak sekolah waktu itu yang harus mengikuti kelas tambahan atau mungkin mengikuti kegiatan olahraga seusai sekolah.

Dia justru mengunjungi warung internet alias warnet hingga larut malam yang menimbulkan gesekan demi gesekan dengan orang tuanya.

"Sampai pernah sama guru disamperin ke warnet. Sampai di satu titik pembuktian terbalik, metode yang saya pakai saat itu, akhirnya bisa membuktikan kalau main game ini bisa mewakili Indonesia ke kejuaraan dunia," ujar Richard.


Terjun profesional

Richard akhirnya membentuk tim esport game Counter Strike yang dia beri nama NXL pada 2005. Dia bersama teman-temannya mengikuti turnamen yang diadakan di Jakarta, dan berhasil menjuarai ajang tahunan tersebut.

Berhasil menjadi tim Counter Strike terbaik di Indonesia, Richard dan kawan-kawan untuk kali pertama dalam sejarah mewakili Indonesia ke kejuaraan dunia World Cyber Games di Jerman pada 2008.

Namun, predikat juara yang melekat pada NXL di Indonesia, disadari Richard tidak berarti apa-apa ketika berhadapan dengan tim-tim dunia.

"Kami masih amatir," kata Richard. Meski begitu, dia pulang ke Tanah Air dengan banyak pengalaman berharga, mengingat pada saat itu jaringan internet dan sumber informasi dari platform digital sangat terbatas.

Semakin terjun ke dalam dunia esport, Richard akhirnya mengambil keputusan yang mengejutkan kedua orang tuanya. Dia memutuskan berhenti kuliah di tengah-tengah proses penyusunan skripsi.

Perdebatan tak terelakkan, tetapi Richard berhasil menjelaskan alasan mengapa dia memutuskan untuk berhenti menjalani studi Jurusan Desain Grafis di Universitas Bunda Mulia.

Titik membahagiakan ditemui Richard pada 2013 ketika dia bersama timnya berhasil menjuarai CS:GO Asian Cyber Games di Beijing, China.

Kemenangan tersebut merupakan hasil merombak tim NXL dengan meninggalkan "metode kekeluargaan" dan memilih untuk lebih profesional dari segi manajemen tim, termasuk para pemain dan pelatih.

Dari strategi baru yang diusung itu, NXL mendapatkan dukungan dari beberapa perusahaan teknologi kelas atas, yang akhirnya menelurkan sejumlah prestasi, di antaranya juara CS:GO GamesArena GameGod di Banglore, India, pada 2014, dan juara BenQ CS:GO League di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2014.

Prestasi tersebut membuat NXL menjadi tim esport tersukses saat itu, dan menjadi yang paling senior di Indonesia saat ini.

"Akhirnya semuanya berbuah manis, dari satu ruangan petak kecil kami bisa ke garasi yang lebih besar, dari garasi bisa ke apartemen, dari apartemen kita bisa pindah ke mal," ujar Richard, founder dan CEO NXL.


Menginisiasi asosiasi

Keinginan untuk menjadikan esport lebih dikenal masyarakat dan menjadi olahraga yang diakui pemerintah membuat Richard bersama tokoh komunitas dan pegiat esport menginisiasi sebuah asosiasi.

Bersama Eddy Lim, Prana Adisapoetra, dan Erwin Ignatius, Richard membentuk sebuah organisasi bernama Asosiasi Olahraga Elektronik Indonesia atau Indonesia Esports Association dengan nama singkatan IESPA, yang menginduk pada Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI) -- saat ini menjadi Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI).

Esport kemudian menjadi olahraga prestasi di bawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) setelah Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) resmi terbentuk pada 2020.

Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada Asian Games Jakarta-Palembang 2018, esport dipertandingkan menjadi olahraga ekshibisi dalam ajang multievent tingkat Asia tersebut.

Perhelatan itu dibicarakan oleh komunitas esport di seluruh dunia. Hebatnya lagi, Indonesia sebagai tuan rumah juga meraih satu emas dan satu perak dalam ekshibisi esport Asian Games 2018.

Selang setahun, esport tidak lagi menjadi ekshibisi tetapi olahraga yang diperhitungkan perolehan medalinya pada SEA Games Filipina 2019.

Richard, yang menjadi manajer timnas esport SEA Games Filipina 2019, berhasil mengantarkan tim Merah Putih untuk membawa pulang dua perak pada pesta olahraga antara negara-negara Asia Tenggara itu.

Turut bergabung dalam PBESI dengan menyandang jabatan Wakil Kepala Bidang Atlet dan Wasit, Richard melihat dukungan pemerintah kepada cabang olahraga esport, salah satunya dengan memasukkan esport ke dalam ajang multievent tingkat nasional Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua pada 2021 sebagai olahraga ekshibisi.

Ia melihat esport Indonesia tidak akan bergerak mundur. Apalagi ketika tim Indonesia berhasil bawa pulang medali, lebih lagi. Pemerintah lewat Kemenpora pun memberikan dukungan lebih untuk meng-unlock potensi atlet Indonesia.

Hal itu terbukti dengan keberhasilan timnas esport Indonesia pada ajang internasional. Richard, yang menjadi Kepala Pelatih Timnas esport SEA Games Vietnam 2022, membawa tim Merah Putih meraih dua emas, tiga perak, dan satu perunggu.

Bahkan, timnas esport Indonesia berhasil menyabet predikat juara umum dalam ajang International Esports Federation (IESF) 14th World Championships (WEC) Bali 2022 dengan tiga emas dan satu perunggu.

Predikat juara umum juga disabet timnas esport Indonesia pada SEA Games Kamboja 2023 setelah sukses meraih tiga emas dan dua perak.


Komitmen untuk negeri

Menghabiskan hampir separuh hidupnya di dunia esport, Richard justru mengatakan bahwa hal itu didasari pada rasa cintanya kepada Tanah Air, bukan kepada olahraga elektronik tersebut.

"Cinta bukan ke esport-nya, cintanya itu sama Indonesia. Bagaimana bisa menjadi representasi Indonesia di dunia," ujar pria berusia 37 tahun itu.

Jiwa kompetitif Richard ternyata sudah terbentuk sejak di bangku sekolah dasar. Menjadi juara lomba komputer saat kelas 3 SD, menurut Richard, menjadi titik awal ketertarikannya pada dunia game.

Beranjak dewasa, jiwa kompetitifnya semakin tak terbendung, dan bergeser pada keinginan pembuktian diri kepada orang banyak bahwa dia dapat mengharumkan nama bangsa lewat bermain game.

"Main game mau jadi apa?", "main game mau menghasilkan apa?", atau "apa yang bisa kamu banggakan dari bermain game?" Rentetan pertanyaan yang cenderung merendahkan dan menyepelekan seperti itu sudah sering diterima Richard, kala itu.

Sebab, ketika itu ekosistem esport belum terbentuk seperti saat ini. Tidak ada istilah content creator ataupun masih awamnya pekerjaan sebagai game streamer maupun caster.

Perlahan tapi pasti, selangkah demi selangkah, Richard berhasil menghancurkan stigma miring esport di mata masyarakat. Dia kemudian menjadi kisah sukses yang menginspirasi para atlet.

"Mendengar pengalaman saya dan cara-cara praktis yang saya bagikan berguna bagi orang itu rasanya happy, ada satu kepuasan yang tidak bisa dibayar dengan materi," kata Richard.

Namun, tiba-tiba pada suatu malam di bulan Agustus 2022, Richard yang selalu "berlari" untuk esport dan Indonesia, terpaksa harus berhenti ketika dia mengalami serangan jantung.

Semua aktivitasnya di dunia esport mau tidak mau harus disetop demi kesehatan. Namun, rasa cintanya terhadap Indonesia tidak dapat dihentikan secara paksa.

Merasa sudah lebih baik setelah menjalani istirahat total selama kurang lebih 4 bulan, Richard akhirnya kembali ke dunia esport pada Januari 2023.

Dia kemudian ditunjuk sebagai Asisten Kepala Pelatih Timnas esport Indonesia dalam SEA Games Kamboja 2023 yang berlangsung Mei lalu.

Saat ini, Richard tengah sibuk di pelatnas untuk mendampingi timnas menuju kejuaraan dunia IESF 15th World Championship di Rumania pada 24 Agustus - 4 September 2023, dan juga Asian Games Hangzhou pada 23 September - 8 Oktober 2023.

Dia berharap esport Indonesia tetap menjadi pioner di regional, menghasilkan atlet-atlet dari penjuru Tanah Air, dan membuahkan prestasi-prestasi terbaik selanjutnya, baik itu dari platform mobile, PC, maupun konsol.

Pertanyaan kepada Richard kini berubah, "Mau sampai kapan di esport?", mengingat hanya segelintir nama yang hingga saat ini masih konsisten berjuang demi Indonesia di dunia esport.

"Kalau saya sudah tidak mampu, sudah terhalang atau tidak bisa, itu saatnya saya setop. Saya bersyukur pengalaman saya bisa membantu, apa pun itu; timnas mendapatkan objective-nya, menjaga mereka (atlet-atlet), bisa membantu organisasi PBESI juga mengawal mencapai target untuk dipertanggungjawabkan ke pemerintah," ujar Richard.

Cita-cita Richard untuk membuat esport tidak dipandang sebelah mata kini telah menjadi nyata. Layaknya cabang olahraga prestasi lainnya, timnas esport mendapat undangan dari Istana Negara sebelum berjuang untuk Indonesia.

Ketika kembali ke Tanah Air seusai membela negara, mereka juga disambut bak kesatria, dihargai, mendapatkan apresiasi setelah meraih prestasi, bahkan bertemu langsung dengan orang nomor satu di negeri ini -- sesuatu yang dahulu hanya mimpi bagi seorang anak SMA bernama Richard Permana, yang terus berupaya untuk mengharumkan nama bangsa lewat prestasi dengan caranya sendiri.





 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023