Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan Perkara Nomor 80/PUU-XXI/2023 menyoal pengujian materiil Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yakni terkait presidential threshold dalam pengajuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

“Hari ini kita akan melakukan sidang pendahuluan untuk perkara ini sesuai dengan permohonan yang diajukan dan perkara ini sudah teregistrasi dengan nomor registrasi 80 tahun 2023,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.

Saldi Isra menjelaskan agenda persidangan adalah mendengarkan pokok permohonan dan petitum dari pemohon. Adapun pemohon dari gugatan itu adalah Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Sekretaris Jenderal Partai Buruh Ferri Nuzarli, Mahardhikka Prakasha Shatya (wartawan), dan Wiratno Hadi (karyawan swasta).

“Agenda pertama, kami akan mendengarkan pokok-pokok permohonan dari permohonan ini, Nanti ujungnya dibacakan petitumnya. Setelah itu, akan ada nasihat dari majelis hakim,” kata Saldi.

Selanjutnya, kuasa hukum dari para pemohon, Feri Amsari menyampaikan pokok permohonan dan petitum dari permohonan tersebut. Dijelaskan Feri, pihaknya menggugat ketentuan presidential threshold atau ambang batas minimum pengajuan pasangan capres-cawapres.

Feri menyebut kliennya dirugikan dengan diberlakukannya presidential threshold perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

“Partai buruh sebenarnya dalam konteks ini seolah-olah mengalami pemaksaan, Yang Mulia, karena mau tidak mau mereka harus mengikuti partai-partai memiliki ambang batas suara yang ditentukan oleh ketentuan pasal 222,” kata Feri.

Feri mengatakan bahwa pihaknya menilai ketentuan pasal 222 itu bersifat diskriminatif dan menimbulkan keseragaman yang tidak diperlukan dalam konsep penyelenggaraan pemilu.

“Partai Buruh seolah-olah dipaksa untuk berkoalisi dengan partai-partai yang pada dasarnya berbeda arah juangnya dengan partai buruh, sehingga ketentuan pasal 222 ini memaksakan ideologi untuk disatukan,” kata dia.

Pada petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan materi muatan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diganti menjadi “Persyaratan pengusulan pasangan calon tidak diberlakukan bagi partai politik peserta pemilu yang belum pernah mengikuti pemilu anggota DPR sebelumnya".

Baca juga: MK: "Presidential threshold" konstitusional meski diuji 27 kali

Baca juga: Haedar usul "presidential threshold" diturunkan perbanyak capres

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023