London (ANTARA) - Arab Saudi mempertimbangkan tawaran China membantu negeri itu dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), lapor Wall Street Journal (WSJ) pada Jumat.

Keputusan itu bisa menggagalkan rencana Amerika Serikat untuk Saudi dalam membangunkan proyek yang sama.

Perusahaan China National Nuclear Corp (CNNC) sudah mengajukan penawaran membangun PLTN di Provinsi Timur Arab Saudi, dekat perbatasan Qatar dan Uni Emirat Arab, tulis WSJ, mengutip pejabat Saudi yang mengetahui masalah ini.

Kementerian luar negeri China memang tak membenarkan laporan WSJ itu, tetapi juru bicara kementerian luar negeri China menyatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa "China akan terus bekerja sama yang saling menguntungkan dengan Arab Saudi dalam berbagai bidang, termasuk energi nuklir sipil, sembari mematuhi secara ketat kewajiban non-proliferasi (tidak menyebaran senjata nuklir) internasional."

CNNC belum menanggapi pertanyaan Reuters mengenai masalah ini, sedangkan kementerian luar negeri Arab Saudi enggan menanggapi permintaan serupa dari Reuters.

Arab Saudi sebelumnya sudah meminta kerja sama dari Amerika Serikat dalam membangun program nuklir sipil di negara itu, sebagai bagian dari kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik Saudi dengan Israel.
Baca juga: Arab Saudi lirik pesawat tempur China

Sebelum ini Amerika Serikat selalu menyatakan siap berbagi teknologi tenaga nuklir dengan Saudi, tetapi hanya jika perjanjian itu tidak untuk pengayaan uranium atau pemrosesan ulang plutonium yang dibuat dalam reaktor, yang merupakan dua langkah menuju proses membuat senjata nuklir.

Pejabat-pejabat pemerintah Saudi mengakui bahwa menjajaki masalah ini dengan China adalah cara mendorong pemerintahan Biden agar berkompromi dengan syarat non-proliferasi, kata WSJ.

Para pejabat pemerintah Saudi mengaku lebih memilih menggunakan jasa perusahaan Korea Selatan, Korea Electric Power, untuk membangunkan reaktor PLTN dan melibatkan keahlian operasional AS, namun tanpa menyetujui pengawasan non-proliferasi yang biasa diwajibkan oleh Washington, tulis WSJ.

Para pejabat pemerintah Saudi juga mengungkapkan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman siap untuk segera melanjutkan hubungan dengan CNNC jika pembicaraan dengan Amerika Serikat gagal, kata WSJ.

Menteri Energi Israel menyuarakan penolakan terhadap rencana Arab Saudi membangun program nuklir sipil sebagai bagian dari upaya AS mendekatkan hubungan Israel dan Saudi.

Israel berharap diajak berkonsultasi oleh Washington mengenai setiap kesepakatan AS-Saudi yang berdampak kepada keamanan nasionalnya. Israel, yang tak terikat Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan tak memiliki energi nuklir, luas diyakini menguasai senjata nuklir.
Baca juga: China: perdamaian di kawasan Teluk penting untuk dunia

Dalam setahun terakhir ini Arab Saudi kian mendekatkan diri dengan China. Pada Maret, China menjadi perantara bagi normalisasi hubungan Arab Saudi dengan musuh kawasannya, Iran.

China dan Arab Saudi menjalin hubungan perdagangan yang luas dalam bidang energi, mengingat China adalah importir minyak mentah terbesar di dunia, sebaliknya Saudi merupakan eksportir minyak terbesar di dunia.

BUMN China lainnya, Energy Engineering Corp, tengah membangun sebuah pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 2,6 GW di Al Shuaiba, bersama dengan sebuah perusahaan utilitas Saudi, ACWA Power, yang bakal menjadi proyek tenaga surya terbesar di Timur Tengah.

Presiden China Xi Jinping mengunjungi Saudi pada Desember tahun lalu, yang dilukiskan oleh Kementerian Luar Negeri China sebagai "tonggak bersejarah penting dalam sejarah hubungan China-Arab".

Meskipun demikian, Arab Saudi berusaha menjaga keseimbangan antara China dan Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri masih menjadi mitra keamanan paling penting Saudi.

Baca juga: Arab Saudi berupaya tarik empat juta pengunjung China pada tahun 2030

Sumber: Reuters

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023