Perlindungan sosial telah diakui oleh pemerintah, tidak hanya berperan dalam pengurangan kemiskinan, namun juga ketimpangan dan prevalensi stunting
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan program dan kebijakan perlindungan sosial adaptif yang didasari oleh identifikasi risiko dan kerentanan berbasis gender, penting untuk dikembangkan.
 
"Sejumlah studi menunjukkan, selama pandemi COVID-19, beban kerja perawatan yang harus ditanggung perempuan semakin bertambah dan menempatkan perempuan dalam situasi yang lebih rentan dibandingkan dengan laki-laki," katanya dalam acara Knowledge Forum on Gender Equality Development "Empowering Equality: Advancing Care Economics and Social Protection" yang diikuti di Jakarta, Senin.
 
Muhadjir mengatakan perlindungan sosial telah diakui oleh pemerintah, tidak hanya berperan dalam pengurangan kemiskinan, namun juga ketimpangan dan prevalensi stunting.
 
Hal tersebut, kata dia, dibuktikan oleh pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (APBN2023) yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp476 triliun untuk perlindungan sosial.

Baca juga: Menko PMK puji produk unggulan Purbalingga tembus pasar ekspor
 
"Meski demikian masih ada tantangan dalam atasi ketimpangan termasuk ketimpangan gender dalam perlindungan sosial," ujarnya.
 
Berdasarkan data Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO), Muhadjir mengungkapkan, hanya terdapat 30,6 persen penduduk dunia yang dapat mengakses perlindungan sosial komprehensif, dimana cakupan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
 
"Padahal perempuan memiliki risiko dan kerentanan spesifik sepanjang hidupnya, seperti persalinan dan juga beban kerja perawatan," katanya.
 
Menurut Muhadjir, tingginya beban kerja perawatan yang umumnya tidak dibayar seperti perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dapat menghambat akses perempuan untuk mendapatkan pekerjaan.
 
Di Indonesia, kata dia, tingkat partisipasi kerja perempuan jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Mayoritas perempuan bekerja secara informal dan didominasi dengan pekerjaan keluarga yang tidak memperoleh bayaran.

Baca juga: Menko PMK: Lulusan perguruan tinggi diharapkan ciptakan lapangan kerja
 
Menurutnya, ekonomi perawatan jadi semakin penting dalam konteks peningkatan jumlah lansia, pertumbuhan populasi, dan beban struktur keluarga.
 
"Situasi tersebut menuntut pengembangan kebijakan dan program yang dapat mengurangi beban kerja perawatan yang dialami oleh perempuan, serta mengatasi hambatan perempuan dalam bekerja seperti layanan perawatan yang dijamin, mudah diakses, dan berkualitas," tuturnya.
 
Untuk itu, di 2023 ini, Indonesia bersama negara-negara ASEAN berhasil menyepakati deklarasi ASEAN mengenai kesetaraan gender dan pembangunan keluarga, yang akan dibahas oleh para kepala negara-negara ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43 pada September 2023.
 
Dalam deklarasi ini, sambungnya, pemerintah mendorong komitmen ASEAN untuk mengarusutamakan kesetaraan gender, serta pembangunan ketahanan keluarga sesuai siklus pembangunan manusia yang salah satunya melalui peningkatan tanggungjawab kerja keperawatan bagi seluruh anggota keluarga.
 
"Mari sama-sama membangun sistem perlindungan sosial yang adaptif, responsif gender, dan mendukung penguatan ekonomi perawatan sebagai upaya mendorong kesetaraan gender," katanya.

Baca juga: Menko PMK: Lulusan perguruan tinggi diharapkan ciptakan lapangan kerja

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023