Semua negara belum ada yang mengubah aturannya terkait polusi udara
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahaya dari polutan dengan particulate matter (PM) 2.5 yang telah diatur batas maksimalnya dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menkes mengungkapkan WHO membagi jenis polutan ke dalam dua bagian, yang terdiri atas empat polutan berbentuk gas yang terdiri atas ozon, nitrogen dioksida (NO2), belerang oksida (SO2), serta karbon monoksida (CO) dan dua polutan berbentuk partikel PM 2.5 yang berukuran 2,5 mikron dan PM 10 yang berukuran 10 mikron.
 
"Yang paling berbahaya adalah PM 2.5 karena ini berbentuk partikel yang kecil sekali, bisa masuk ke pembuluh darah, turun ke paru-paru," katanya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR-RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
 
Menkes Budi mengatakan PM 2.5 merupakan jenis partikel yang menjadi acuan untuk diukur oleh seluruh negara berpolusi udara tinggi di dunia.
 
Ia menyebutkan PM 2.5 bersumber dari pembakaran karbon, seperti bensin sebagai bahan bakar transportasi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), industri yang memerlukan pembakaran seperti smelter baja, hingga pembakaran pada sampah.

Baca juga: Kemenkes jadikan data IHME sebagai acuan dampak polusi di RI

Baca juga: Presiden: Butuh usaha bersama untuk mengatasi polusi udara

 
"WHO itu kasih targetnya, dan targetnya dihitung kadar per 24 jam dan kadar per tahun, jadi dia ukur rata rata per tahun dan per hari," ungkapnya.
 
Sebelumnya, kata Menkes Budi, WHO menargetkan batas maksimal polusi udara PM 2.5 pada angka rata-rata 55 mikron gram per meter kubik (μg/m³) per 24 jam, dan 15 μg/m³ per tahun.
 
Namun sekarang, sambungnya, WHO baru saja menurunkan batasnya menjadi rata-rata 15 mikrogram per meter kubik per 24 jam, dan 5 mikro gram per meter kubik per tahun.
 
Menkes Budi mengungkapkan Jakarta yang saat ini sedang dilanda masalah terkait polusi udara belum pernah berada di bawah angka tersebut pada tiga tahun terakhir.
 
"Dan semua negara belum ada yang mengubah aturannya (terkait polusi udara)," ujarnya.
 
Peristiwa tersebut, kata dia, berkaitan erat dengan meningkatnya sejumlah penyakit pernapasan yang menjadi beban BPJS Kesehatan seperti pneumonia, tuberkulosis, ISPA, asma, PPOK, dan kanker paru-paru.

Sebagaimana disampaikan Menkes Budi sebelumnya, sejumlah penyakit tersebut menghabiskan anggaran belanja BPJS sebanyak Rp 10 triliun pada 2022.

Baca juga: Akademisi: Transportasi umum dapat kurangi polusi udara

Baca juga: Akademisi: Penting bahan bakar ramah lingkungan terjangkau masyarakat

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023