Jakarta (ANTARA) -
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa perwakilan Prudential terkait kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Direktur PT Amarta Karya Catur Prabowo (PB).
 
"Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi, Yenie Rahardja, Head of Risk and Compliance PT Prudential Sharia Life Assurance. Saksi hadir dan didalami lebih lanjut kaitan dengan penerimaan fee oleh istri tersangka CP dari penempatan dana asuransi para karyawan PT AMKA Persero," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.

Ali mengatakan bahwa pemeriksaan Yenie dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (29/8). Dugaan sumber dana berasal dari proyek fiktif di PT AMKA Persero yang diinisiasi oleh tersangka CP dkk.
​​​​
KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya Tahun 2018-2020, yakni mantan Direktur Utama Catur Prabowo (CP) dan mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna (TS).
 
KPK melakukan penahanan kepada Trisna Sutisna pada tanggal 11 Mei 2023, sementara penahanan terhadap Catur dilakukan pada tanggal 17 Mei.
 
Penyidik KPK kemudian kembali menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka dalam perkara dugaan TPPU pada Senin (21/8).
 
Kasus tersebut, ungkap penyidik lembaga antirasuah, berawal pada tahun 2017. Saat itu, tersangka Trisna menerima perintah dari Catur Prabowo yang kala itu masih menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya.
 
Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadinya dengan sumber dana yang berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
 
Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan alias fiktif.
 
Pada tahun 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan TS.
 
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka CP selalu memberikan disposisi "lanjutkan" dibarengi dengan persetujuan surat perintah membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka TS.
 
Buku rekening bank, kartu ATM, dan bonggol cek dari badan usaha CV fiktif itu dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan CP dan TS untuk memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP.
 
Uang yang diterima tersangka CP dan TS kemudian diduga, antara lain, digunakan untuk bayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf, dan pemberian kepada beberapa pihak terkait lainnya.
 
Perbuatan kedua tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp46 miliar.
 
Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK dalami dugaan penukaran mata uang terkait eks Dirut Amarta Karya
Baca juga: KPK telusuri TPPU eks Dirut Amarta Karya lewat pembelian emas
Baca juga: KPK dalami aliran uang tunai eks dirut PT Amarta Karya

 

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023