Kalau sekarang kami baru main satu kaki ... belum sempurna
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) segera menyesuaikan struktur organisasi sebagai koordinator pencegahan terorisme sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Sejak terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, BNPT tidak lagi melaksanakan penegakan hukum, tidak bisa lagi melaksanakan penindakan, kami hanya banyak berkecimpung di pencegahan," kata Bangbang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Bangbang menjelaskan saat ini struktur organisasi BNPT ​​masih mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang masih berdasarkan pada UU Nomor 15 Tahun 2003.

"Nah, ini tentunya sudah berbeda nuansanya, karena kalau dulu, BNPT dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, Perpres Nomor 46 Tahun 2010 tadi, kami bisa melakukan penangkapan, bisa melakukan penindakan," jelasnya.

Baca juga: BNPT-NCTC Qatar jajaki MoU kolaborasi cegah ideologi transnasional

Setelah kini BNPT beralih menjadi koordinator seluruh aparat penegak hukum dalam pencegahan terorisme, Bangbang menilai perlu segera dilakukan penyesuaian struktur karena upaya pencegahan terorisme di Indonesia melibatkan kepolisian, kejaksaan, hingga petugas lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Itulah yang perlu kami sesuaikan. Kemudian mandat atau amanat di UU Nomor 5 Tahun 2018 tadi, BNPT diminta oleh negara kepada Pemerintah sebagai pusat analisis dan pengendalian krisis saat kejadian teror. Itu juga belum kami laksanakan," kata Bangbang.

Bangbang mengatakan pusat analisis dan pengendalian krisis penting karena organisasi BNPT bisa berjalan lebih efektif apabila pijakannya sudah terbentuk. Artinya, lanjut dia, BNPT memiliki kejelasan fungsi pencegahan sekaligus sebagai pusat pengendalian krisis.

"Kalau sekarang kami baru main satu kaki. Jadi, kalau masih banyak kekurangan, belum sempurna kami laksanakan tugas karena memang kakinya belum jadi, belum ada," tuturnya.

Baca juga: BNPT sebut program Sinergisitas bermanfaat bagi warga

Oleh karena itu, Bangbang mengatakan BNPT berupaya agar dapat mewujudkan pusat analisis dan pengendalian krisis tersebut.

"Bukan hanya alatnya yang ada, tetapi legal standing-nya harus ada yang bisa memaksa atau meminta kepada stakeholders terkait menjadi operator ataupun meng-input data masuk ke pusdalsis (pusat pengendalian krisis) tadi," urai Bangbang.

Jika hal itu sudah ada, katanya, maka informasi kejadian teror dapat diperbarui secara langsung dan BNPT bisa menjawab pertanyaan terkait data aksi serangan radikal terorisme dengan lebih cepat dan tepat.

"Kami (sekarang) tidak memiliki data yang real time, yang sumbernya tidak hanya dari human intelligence yaitu dari satgas-satgas kami atau dari satgas-satgas oleh stakeholders terkait. Jadi, nanti semua harus terintegrasi data tadi. Nah, inilah menjadi kekuatan BNPT nantinya," jelasnya.

Terlepas dari berbagai kebatasan tersebut, Bangbang mengatakan BNPT tetap bekerja secara optimal dalam penanganan terorisme di Tanah Air. Ia menegaskan BNPT memiliki tugas untuk menjaga keberlangsungan dan keutuhan NKRI.

Baca juga: Kepala BNPT sebut tren toleransi masyarakat alami peningkatan

"Ingat, itu tugas utama BNPT. Kami menjaga keberlangsungan keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke supaya tidak terpecah-pecah karena serangan radikal terorisme," tegasnya.

Dengan belum dilakukannya penyesuaian struktur organisasi, Bangbang mengungkapkan masih terjadi ketidaktepatan dalam pelaksanaan tugas. Apabila struktur baru nanti terbentuk, maka program BNPT akan lebih terarah, sehingga capaian dan indikator kinerja akan terukur.

Terakhir, dia mengingatkan terorisme bukan hanya kejahatan luar biasa, tetapi juga melanggar kemanusiaan dan kejahatan transnasional.

"Salah penanganan bahaya. Begitu pula kejahatan radikal terorisme, sehingga negara menempatkan bahwa ini kejahatan serius. Salah penanganan hancur ini," ujar Bangbang.

Baca juga: BNPT latih aparatur pemerintah Jabar tangani TKP bom

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023