Indonesia yang saat ini menduduki posisi sebagai ketua memiliki peran strategis untuk mengarahkan komitmen soliditas itu.
Yogyakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim memandang perlu memperkuat soliditas negara-negara ASEAN untuk membahas sengketa perairan di Laut Tiongkok Selatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Ke-43 ASEAN 2023 di Jakarta.

"Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kembali memperkuat kohesivitas, solidaritas, dan soliditas kalangan negara-negara ASEAN menyangkut isu-isu strategis Laut Tiongkok Selatan," kata Dafri saat dihubungi di Yogyakarta, Minggu.

Dafri menilai penanganan sengketa Laut Tiongkok Selatan tak kunjung tuntas lantaran belum ada kesamaan pandangan dan komitmen di internal ASEAN berkait dengan pembahasan isu itu.

Hal itu pula yang menyebabkan negosiasi perundingan pedoman tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut Tiongkok Selatan masih berlarut.

Menurut dia, sebagian negara anggota ASEAN memandang isu itu penting. Namun, beberapa negara anggota lainnya menganggap isu itu tak relevan dengan masing-masing persoalan domestik yang mereka hadapi.

"Ada yang sama karena mereka langsung terlibat. Akan tetapi, beberapa negara tidak terlalu peduli dengan itu, misalnya Myanmar, Laos, dan Kamboja. Ini yang mempersulit penyelesaian konflik Laut Tiongkok Selatan," ujar dia.

Karena isu tersebut bakal dibahas dalam KTT Ke-43 ASEAN, dia berharap pengarusutamaan pembahasan isu itu perlu terlebih dahulu ada kesepakatan sebagai komitmen bersama demi menjaga keamanan perairan kawasan.

Dafri menuturkan bahwa perairan Laut Tiongkok Selatan merupakan kawasan strategis yang apabila terjadi insiden di kawasan itu dampaknya sangat luas.

Secara ekonomi, kawasan itu merupakan jalur lintas penyaluran energi mencapai 40 persen dari total konsumsi dunia serta jalur perdagangan vital dari Asia Timur, Jepang, Korea, Taiwan, dan sebagian negara Asia Selatan, termasuk Asia Tenggara.

"Kalau itu dikuasai Republik Rakyat Tiongkok (RRT) bahaya sekali. Belum kalau bicara sumber daya alam (SDA) yang ada. Itu sangat strategis, nah, dalam konteks itu mestinya itu bisa jadi fokus bersama," kata dia.

Baca juga: Panitia sediakan bus gratis ke lokasi KTT ASEAN untuk jurnalis
Baca juga: Penggunaan mata uang lokal munculkan stabilitas ekonomi di ASEAN


Indonesia yang saat ini menduduki posisi sebagai ketua, menurut dia, memiliki peran strategis untuk mengarahkan komitmen soliditas itu.

Dafri menuturkan soliditas bersama terkait isu itu sangat penting sebab penyelesaian sengketa Laut Tiongkok Selatan nantinya tidak cukup diwujudkan berupa statemen, kecaman, maupun deklarasi bersama.

"Kalau soliditas itu sudah kuat, baru mereka bisa bergerak. Itu tidak cukup dengan hanya deklarasi atau kecaman, harus tindakan riil," tutur dia.

Seandainya muncul deklarasi buah dari KTT Ke-43 ASEAN, menurut dia, semestinya ada perjanjian yang mengikat seluruh anggota ASEAN dalam menyelesaikan kasus itu secara kolektif.

"Setelah deklarasi macam-macam misalnya, masing-masing negara memiliki tanggung jawab untuk melakukan sesuatu demi mewujudkan itu dan ada semacam norma yang mengikat negara-negara untuk melakukan itu," ujar dia.

Pasalnya, lanjut Dafri, penyelesaian sengketa Laut Tiongkok Selatan sangat sensitif dan strategis sehingga tidak akan efektif manakala dihadapi secara parsial oleh masing-masing negara di Asia Tenggara.

Menurut dia, upaya pendekatan dengan Tiongkok harus ditempuh atas nama ASEAN.

"Enggak bisa sendiri, harus melalui ASEAN karena dengan begitu posisi tawar kita lebih kuat. Asia Tenggara ini 'kan sangat strategis, apalagi dikaitkan rivalitas Tiongkok dan Amerika, dalam konteks Indo-Pasifik, ASEAN ini 'kan memegang peran penting," kata Dafri.

Berbeda dengan KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo yang membahas isu-isu internal ASEAN serta isu-isu penting di dalam dan luar kawasan.

Pertemuan KTT Ke-43 ASEAN pada tanggal 5—7 September 2023, bakal membahas beberapa tema penting, di antaranya soal Code of Conduct terkait Laut Tiongkok Selatan, South East Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ), ASEAN Maritime Outlook, ASEAN Outlook in Indo Pacific (AOIP), dan isu terkait Myanmar.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023