Semarang (ANTARA) - Ganjar Pranowo bakal mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur Jawa Tengah pada 5 September 2023 setelah dua periode atau 10 tahun mengemban amanah untuk menyejahterakan sekitar 34,5 juta penduduk provinsi ini.

Namun sebelum mengakhiri tugas sebagai orang nomor satu di Jateng, Ganjar sudah ditunjuk untuk menjadi bakal calon presiden oleh PDI Perjuangan pada April lalu. Oleh karena itu, pada masa-masa menjelang mengakhiri tugas gubernur, Ganjar—terutama pada akhir pekan atau hari libur— terlihat sibuk menghadiri “sosialisasi” dirinya sebagai bacapres di berbagai wilayah.

Sebagai kader tulen PDIP, Ganjar yang pada Pemilihan Gubernur Jateng 2013 dan 2018 banyak didukung pemilih muda, memang sempat mendapatkan ganjalan termasuk dari kalangan internal partai. Padahal, hasil dari berbagai survei-- baik popularitas maupun elektabilitas-- sebagai capres ia selalu menempatkan dirinya dalam tiga besar. Bahkan sering di urutan teratas. Hasil survei itulah yang, antara lain, menjadikan PDIP tidak punya pilihan lain kecuali menetapkan Ganjar sebagai bacapres. Tentu di luar itu ada pertimbangan penting berupa rekam jejak kinerja Ganjar 10 tahun selama memimpin Jateng.

Dari berbagai survei yang dilakukan oleh lembaga riset politik, dari tiga nama yang populer, yakni Ganjar, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto, memang tidak seorang pun yang mampu menggamit elektabilitas 50 persen.

Oleh karena itu, terlalu dini pula pada saat ini untuk menebak siapa yang bakal memenangi Pemilu Presiden 2024.

Masih banyak faktor yang ikut menentukan capres sebagai pemenang. Kerja partai-partai pengusung capres menjadi variabel penting karena mobilisasi massa/pemilih bisa lebih efektif melalui mesin politik partai yang memiliki kaki dan tangan hingga akar rumput. Begitu pula melalui organisasi sukarelawan. Masih ada faktor penting lain seseorang memilih sosok tertentu, misalnya, kedekatan ideologis mereka dengan partai pengusung capres. Dan, di zaman serbavisual dan digital sekarang ini, konten-konten nan memikat anak muda bisa memberi andil suara bagi pemilik akun yang berlaga dalam pemilu termasuk capres-cawapres.

Namun, sehebat-hebatnya mesin partai beserta jaringannya serta jumlah pengikut di media sosial, hal ini tidak akan efektif jika jejak rekam calon yang diusungnya tidak meyakinkan. Apalagi bila miskin prestasi dan tersangkut kasus berat korupsi selama menjabat.

Kasus Wadas, Purworejo, hingga sekarang ini memang belum sepenuhnya tuntas. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Ganjar beserta tim ketika isu ini kelak dijadikan amunisi untuk menyerangnya.

Jejak rekam selama mengemban amanah sebagai publik akan sedikit meringankan kerja mesin partai beserta organ pendukungnya. Karena, dengan demikian, waktu, pikiran, dan tenaga tidak terkuras habis untuk menepis tudingan dari pihak lawan.

Melihat pertimbangan-pertimbangan tersebut, tidaklah keliru bila PDIP akhirnya memilih Ganjar Pranowo sebagai bacapres. Selain merupakan kader tulen PDIP, Ganjar selama menjabat Gubernur Jateng, harus diakui, juga membawa kemajuan bagi provinsi ini, meski juga ada kekurangannya. Misalnya, masih banyak penduduk miskin dan pengangguran terbuka.

Selama memimpin Jateng, Ganjar memberi perhatian besar berupa alokasi anggaran untuk memperbaiki kualitas pendidikan, kesehatan, hingga pengurangan jumlah penduduk miskin ekstrem.

Secara umum, menurut Badan Pusat Statistik, indeks pembangunan manusia (IPM) Jateng selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan meski tidak terlalu tinggi. Pada tahun 2022 IPM Jateng tercatat 72,79, masih lebih rendah dibandingkan angka nasional sebesar 72,91.

Adapun angka harapan hidup warga Jateng pada 2022, untuk laki-laki tercatat 72,71 tahun, sedangkan perempuan 76,53 tahun atau lebih tinggi dibandingkan nasional 69,93 tahun (pria) dan73,83 tahun (perempuan). Dilihat dari indeks keparahan kemiskinan juga ada penurunan, dari 0,59 persen pada 2013 menjadi 0,42 persen pada tahun 2022. Angka ini lebih tinggi dari nasional sebesar 0,38 persen.

Begitu pula persentase penduduk miskin pun mengalami penurunan dari 14,56 persen (4,7 juta orang) pada 2013 menjadi 10,93 persen atau 3,8 juta penduduk pada 2022. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan nasional 9,57 persen (September 2022). Meskipun demikian, penurunan 3 persen lebih tersebut menunjukkan intervensi dan program penanggulangan kemiskinan bisa berjalan.

Dari sisi ketimpangan pendapatan yang tercermin dari Gini Ratio, Jateng mengalami kenaikan. Pada Maret 2023 tercatat 0,369 atau naik tipis dibandingkan 0,357 pada 2006, namun lebih rendah dibanding ketimpangan nasional yang terlihat dari Gini Ratio 0,388 pada Maret 2023. Kian tinggi koefisien tersebut makin tinggi ketimpangan suatu wilayah.

Adapun jumlah pengangguran terbuka pada 2013 tercatat 6,01 persen, namun 9 tahun kemudian hanya turun tipis menjadi 5,57 persen pada 2022 dari sekitar 18,4 juta angkatan kerja atau 1,1 juta angkatan kerja menganggur. Di tengah bertambahnya penduduk, jumlah pengangguran terbuka sebanyak itu bisa saja dibaca sebagai kegagalan menyediakan lapangan kerja dan mempercepat penurunan penduduk miskin.

Namun ada salah satu yang menonjol selama kepemimpinan Ganjar di Jateng. Ia dinilai mampu mengubah wajah birokrasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lebih melayani, transparan, dan bersih dari korupsi. Selama 10 tahun memimpin, Pemprov Jateng selalu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Reformasi Birokrasi Pemprov Jateng juga meraih nilai A.

Tinggal hitungan jam lagi Ganjar Pranowo sepenuhnya akan melepaskan jabatan sebagai Gubernur Jawa Tengah. Itu berarti, ia beserta mesin politik yang mendukungnya bisa lebih fokus mempersiapkan diri untuk mengikuti Pilpres 2024.

Memang ada dinamika selama Ganjar memimpin Jateng, namun bisa dibilang tanpa ada gejolak besar. Ini menjadi indikasi bahwa Ganjar mampu mengemban amanat rakyat. Jadi, wajar saja Ganjar kini ingin menggapai puncak karier seorang politikus, yakni menjadi presiden. Apalagi tiket itu sekarang sudah di tangannya.

Copyright © ANTARA 2023