Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terus memacu kegiatan agroforestri sebagai jalan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus dalam rangka mitigasi bencana dan perubahan iklim.

"Kegiatan ini salah satunya dilakukan dengan memilih jenis tanaman produktif yang memperhitungkan kesesuaian lahan untuk mendukung Industrialisasi kehutanan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB Julmansyah di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan, Pemprov NTB memiliki program unggulan NTB Hijau dan Industrialisasi Hutan Bukan Kayu.

Untuk itu, pihaknya mendorong spesies tanaman yang tumbuh cepat atau dengan usia panen sekitar lima tahun, misalnya bambu, sengon dan lainnya.

"Intinya adalah kita mendorong agroforestry sebagai jalan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus mitigasi," ujarnya.

Julmansyah menjelaskan, tanaman bambu akan menumbuhkan industri pengolahan bambu serta tanaman pohon cepat tumbuh akan mendorong meningkatnya industri kayu lapis di dalam daerah.

Sedangkan penanaman pohon atsiri akan mendukung jalannya industri pengolahan industri minyak atsiri dan tanaman pakan ternak akan membantu ketersediaan pakan untuk industri pakan ternak.

"Kenapa pakan ternak karena Pulau Sumbawa itu adalah gudang ternak, meskipun masih menggunakan pola penggembalaan," ujarnya.

Menurut dia untuk memacu agroforestri, dibutuhkan model (role model) agroforestri lokal yang mampu menjawab tiga hal, yaitu persoalan ekologi karena agroforestri bisa menahan laju run off.

Kemudian bisa menjawab persoalan ekonomi karena punya pasar serta menjawab aspek budaya karena ternak lepas memerlukan pakan ternak. Pola ini juga bisa menjadi alternatif pengurangan emisi dan penyerapan emisi.

Jika Agroforestri dikaitkan dengan penyimpanan karbon, maka pola agroforestri ini dapat menyimpan karbon antara 17 - 114 ton/hektar, tergantung pada tempat tumbuh.

Misalnya Agroforestri kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara menyimpan karbon sebesar 51 - 66 ton/hektar. Agroforestri di Langkat sebesar 57 - 63 ton/hektar serta agroforestri kebun campuran di Lampung sebesar rata-rata 43 ton/hektare.

Dalam hal reforestasi dan konservasi, ada sejumlah hal yang telah dilakukan oleh Pemprov NTB, misalnya kerjasama dengan 486 desa atau setara dengan reforestasi dan konservasi areal seluas 97.200 ha melalui BUMDes.

Konservasi dilakukan dengan menggunakan APBD seluas kurang lebih 15.000 hektar, konservasi melalui IPPKH seluas 10.000 hektar.

Selanjutnya konservasi yang dilakukan dengan menggunakan APBN melalui Kementerian LHK seluas 20.000 hektar, konservasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat dengan area seluas 10.658 hektar.

Serta ada juga konservasi yang dilakukan melalui kerjasama dengan Islamic Relief.

"Kita berharap perhutanan sosial menjadi model dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan. Di mana kita punya hampir 50 ribu hektar perhutanan sosial yang bisa menjadi lokus dari FOLU Net Sink, apakah untuk aksi penyerapan karbon atau aksi mempertahankan serapan karbonnya," katanya.


Baca juga: Gubernur Jatim resmikan kawasan agroforestri kopi Lereng Gunung Arjuno

Baca juga: KLHK sebut "Smart Agroforestri" dorong ekonomi kerakyatan wilayah

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023