Jakarta (ANTARA) - Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan potensi kerugian negara dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) lebih dari Rp523 miliar per bulan dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima Bansos yang dilakukan bersama pemerintah daerah sebanyak 2.284.992 keluarga penerima manfaat (KPM).

Dalam keterangannya disiarkan di Jakarta, Rabu, Mensos Risma mengatakan pihaknya bersama pemerintah daerah juga telah berhasil diperbaiki 41.377.528 data dan telah diterima 21.072.271 data usulan baru, yang sudah mendapatkan Bansos sebanyak 15.294.921 jiwa dan yang diusulkan masuk DTKS sudah ada sebesar 4.473.332 jiwa.

Risma juga menyampaikan potensi kerugian negara penyaluran Bansos sebesar Rp140 miliar per bulan dapat diselamatkan bersama dengan kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Badan Kepegawaian Negara serta BPJS Ketenagakerjaan.

Di mana sebanyak 493.137 penerima bansos yang gajinya di atas upah minimun kabupaten/kota (UMK), 23.879 ASN dan 13.369 data yang terdaftar pada Ditjen AHU, sudah dikembalikan ke Daerah untuk diverifikasi ulang.

Mensos mengungkapkan, sejak menjabat ia telah menerima banyak masukan dari BPK, BPKP dan lembaga lainnya terkait upaya pembersihan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga bulan Agustus 2023 sebanyak 68. 211.528 data sudah ditidurkan atau di-non ops-kan.

"Sejak awal saya menjabat sebagai Menteri Sosial, saya menerima banyak surat cinta dari BPK, BPKP atau lembaga lain yang isinya data kami tidak berintegritas. Kemudian ada juga masalah transparansi dan regulasi data bansos. Dari sanalah kami bertekad melakukan perbaikan," ujar Mensos Risma.

Selain itu, Mensos menilai bahwa pembaruan data selama dua tahun (sesuai UU), atau bahkan enam bulan sekali dinilai masih sangat lambat. Karena data kependudukan berubah cepat, baik ada yang meninggal, berpindah domisili, bayi lahir, dan sebagainya.

Baca juga: Mensos optimalkan kinerja pegawai lewat pemetaan kompetensi

Karena itu, Mensos mengusulkan adanya pembaruan data tiap satu bulan sekali. "Maka, pada 2021, kami sudah mencoba evaluasi tiap enam bulan, itu data sudah tidak update. Karena itulah deviasinya terlalu tinggi jika kami melakukan pembaruan tiap dua tahun sekali. Risiko ketidakakuratan data sangat tinggi. Akhirnya, saya usulkan agar memperbarui data tiap bulan," ujar Mensos.

Mensos juga menyinggung peran penting pemerintah daerah, sesuai Undang-Undang No 13 tahun 2011, yang mana Mensos hanya berwenang menetapkan, dan bukan mengubah atau mengusulkan data. UU tersebut memberikan mandat, data diusulkan dari tingkat desa/kelurahan dan naik secara berjenjang.

Penetapan itulah yang menjadi dasar pemerintah atau pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. Sebab, Menteri Sosial tidak berwenang untuk mengubah data.

Mensos juga menambahkan bahwa Kementerian Sosial telah menyediakan aplikasi cekbansos di mana di dalamnya ada fitur usul sanggah. Dengan fitur usul sanggah ini, masyarakat bisa mengajukan data secara mandiri. Fitur usul sanggah ini pun hadir karena banyak aduan kepada Menteri Sosial mengenai Bansos yang salah sasaran.

“Cukup banyak masyarakat yang merasa bahwa bansos tidak tepat sasaran. Yang miskin tidak dapat, yang kaya justru dapat. Dengan fitur ini, masyarakat bisa mengajukan DTKS sendiri dan kami akan memeriksa kelayakannya,” ujar Mensos.

Baca juga: KPK temukan 23 ribu ASN terdaftar sebagai penerima bansos
Baca juga: KPK-Kemensos perbaiki tiga penyakit bansos
Baca juga: KPK periksa dua eks pejabat PT BGR terkait korupsi distribusi bansos

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023