Makassar (ANTARA) - Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan bersama mitra kerja anggota Komisi IX DPR RI Dapil Sulsel memberikan edukasi kepada warga di Kecamatan Manggala, Kota Makassar tentang bahaya stunting.

"Kegiatan yang dikemas dalam Promosi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Program Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Manggala ini untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya stunting," kata anggota Komisi IX DPR RI, Hj Aliyah Mustika Ilham yang bersama Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan, Shodiqin, di Makassar, Kamis.

Sementara Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kota Makassar, Masrita menyebutkan, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, prevalensi stunting Sulsel tercatat 27,2 persen, turun 0,2 persen dari 27,4 persen tahun 2021. Khusus Kota Makassar, prevalensi stunting di 2022 sebesar 18,4 persen, turun 0,4 persen dari 18,8 persen tahun 2021.

Berdasarkan hasil tersebut, prevalensi stunting di Kota Makassar berada di bawah angka provinsi maupun nasional.

Baca juga: BKKBN gandeng TNI AL gelar Dapur Sehat Atasi Stunting di Marunda

Menanggapi hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan, Shodiqin berharap angka prevalensi stunting di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar dapat diturunkan hingga memenuhi target 14 persen pada 2024. Upaya ini demi terwujudnya generasi sehat dan berkualitas di tahun mendatang.

“Perlu disadari bahwa pencegahan stunting tidak bisa hanya sepihak. Dibutuhkan dukungan peran dari semua pihak baik pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, media, termasuk Komisi IX DPR RI yang menjadi salah satu mitra strategis BKKBN," kata Shodiqin.

Sementara anggota Komisi IX DPR RI Hj Aliyah mengatakan, melalui kolaborasi bersama BKKBN diharapkan upaya percepatan penurunan stunting di Sulsel, khususnya di Kota Makassar, dapat lebih cepat menurun, sehingga target Zero Stunting dapat diwujudkan bersama.

Aliyah mengimbuhkan, untuk melahirkan anak bebas stunting dibutuhkan keterlibatan seluruh anggota keluarga. Salah satu yang harus disadari keluarga adalah kebutuhan gizi anak bisa dipenuhi.

“Tidak henti-hentinya kami bersama pemerintah menyosialisasikan dua anak lebih baik. Remaja yang ingin menikah agar memperhatikan usia ideal menikah, wanita 21 tahun dan laki-laki 25 tahun, karena dibutuhkan kesehatan mental, kesehatan jasmani dan rohani sebelum memutuskan menikah," papar Aliyah.

Baca juga: BKKBN tekankan kerja sama pentaheliks percepat penurunan stunting
Baca juga: Presiden Bank Dunia antusias ikuti kelas ibu hamil di Tangerang

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023