Berdasar informasi awal dari Kepolisian Myanmar, sebuah masjid dan pertokoan di dekat lokasi insiden tersebut diserang. Polisi harus melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan massa."
Yangon (ANTARA News) - Polisi di wilayah Myanmar tengah melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan massa setelah sebuah masjid dan pertokoan diserang dalam bentrokan terkini pada Selasa, kata jurubicara kepresidenan.

Peristiwa tersebut terjadi di kota kecil Oakkan, sekitar 100 kilometer utara Yangon, setelah seorang perempuan secara tidak sengaja menabrak seorang biksu muda, sehingga mangkuk dermanya jatuh di tanah, kata Ye Htut, lapor AFP.

Peristiwa tersebut merupakan bentrokan terakhir di wilayah utara Yangon, ibukota Myanmar, setelah serangkaian serangan terhadap rumah-rumah, masjid dan pertokoan milik umat Muslim oleh umat Budha pada Maret.

"Berdasar informasi awal dari Kepolisian Myanmar, sebuah masjid dan pertokoan di dekat lokasi insiden tersebut diserang. Polisi harus melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan massa," kata Ye Htut dalam akun Facebooknya, seraya menambahkan bahwa situasi sudah bisa dikendalikan.

Ia mengatakan, beberapa toko dirusak namun tidak ada gedung yang dibakar.

"Masjid diserang dengan dilempar batu. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut," kata seorang petugas polisi kepada AFP.

Setidaknya 43 orang tewas dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal pada Maret dalam serangkaian kerusuhan yang awalnya diduga dipicu oleh perselisihan antara pemilik toko emas yang beragama Islam dengan pembeli beragama Budha di kota Meiktila.

Beberapa biksu terlibat dalam kerusuhan sementara lainnya berada di belakang kampanye nasionalis menyerukan boikot terhadap toko-toko Muslim.

Kemelut tersebut mengungkap tajamnya ketegangan berlatarbelakang agama di negara tersebut dan membayangi upaya reformasi di bawah rejim sipil semu yang mengambil alih kekuasaan dua tahun lalu.

Tahun lalu, sekitar 200 orang tewas dalam bentrokan antara kaum Budha dan Muslim Rohingya -kaum minoritas yang diperlakukan buruk oleh sebagian besar warga Myanmar yang menganggap mereka sebagai imigran gelap dari Bangladesh.

Sementara Rohingya -yang disebut PBB sebagai salah satu kaum minoritas paling teraniaya di bumi- sudah sejak lama tidak diakui sebagai warga Myanmar, Muslim yang menjadi target dalam kerusuhan Maret lalu adalah warga negara Myanmar.

Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch minggu lalu menuding pihak berwenang terlibat dalam "pembersihan etnis" di Rakhine, namun tudingan tersebut dibantah oleh pemerintah.

Sebuah laporan resmi pekan lalu menyarankan peningkatan jumlah petugas keamanan di kawasan tersebut serta merekomendasikan pemisahan kedua komunitas sebagai langkah sementara untuk mencegah aksi kekerasan lebih lanjut. (S022/B002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013