Heifei (ANTARA) - Wu Haihua (86) sering menghabiskan waktunya selama berjam-jam untuk membaca di sebuah perpustakaan yang terletak di tepi Sungai Yangtze di tengah suasana yang menenangkan.

Sebelum tahun 2012, mungkin sangat sulit untuk dapat menemukan tempat dengan suasana semacam itu lantaran area yang berlokasi di Kota Tongling, Provinsi Anhui, China timur, ini dulunya merupakan pelabuhan sibuk dengan polusi udara yang parah. Sejumlah perubahan drastis diterapkan di area tersebut pada akhir 2015.

"Lokasi perpustakaan yang berdiri saat ini dulunya adalah sebuah pelabuhan, yang dipenuhi bijih mineral dan pasir yang akan diangkut di sepanjang Sungai Yangtze," ujar Wu, seraya menambahkan bahwa tidak ada orang yang betah berlama-lama di dekat sungai tersebut.

Sebagai kota industri tua yang terkenal dengan peleburan logam nonbesi, Tongling terus mendalami penjajakan dan pengembangan area bekas industrinya selama proses transformasi tersebut.

Pada November 2012, Tongling secara resmi memulai revitalisasi zona ekologis tepi sungai. Investasi senilai sekitar 480 juta yuan (1 yuan = Rp2.105) atau sekitar 66,5 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.352) digelontorkan untuk menciptakan sabuk wisata ekologis tepi sungai yang membentang sepanjang 6,3 kilometer dan mencakup area seluas lebih dari 1 juta meter persegi.

Perpustakaan yang sering dikunjungi Wu merupakan bagian dari proyek tersebut.

"Kami berupaya maksimal untuk melestarikan tampilan orisinal pelabuhan itu, mencoba mengintegrasikan gagasan ekologis dan kenangan industri ke dalam arsitekturnya," urai Yuan Kun, yang bertanggung jawab atas perpustakaan itu. Perpustakaan seluas 500 meter persegi dan menyimpan lebih dari 7.000 buku itu menjadi sangat populer di kalangan warga setempat. Perpustakaan itu telah melayani lebih dari 1 juta pengunjung sejak pembukaannya pada akhir 2015.

Sejumlah perubahan serupa juga diterapkan di Anqing, sebuah kota di tepi Sungai Yangtze yang berjarak sekitar 100 kilometer dari area hulu Tongling. Area-area industri di pusat kota itu telah diubah antara lain menjadi kafe, venue olahraga, dan pertokoan, tetapi beberapa mesin tua tetap dilestarikan untuk mewariskan sejarah kota tersebut.

China telah memainkan peran yang bertanggung jawab atas tata kelola lingkungan dan iklim global, berjanji untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida sebelum 2030 dan mewujudkan netralitas karbon sebelum 2060.

Warga di sepanjang Sungai Kuning, sungai besar lainnya di China, juga telah menyaksikan beragam tindakan konkret yang diambil untuk melindungi lingkungan setempat.

Sebagai perusahaan metalurgi tradisional berskala besar, Ningxia Jiyuan Recycling Development Co., Ltd. menjajaki sebuah cara untuk mendaur ulang gas buang industri dan limbah padatnya.

Terletak di Kota Shizuishan, Daerah Otonom Etnis Hui Ningxia, China barat laut, perusahaan itu mampu mengonversi karbon monoksida pada gas buang tungku mineral menjadi bahan bakar etanol dengan menggunakan teknologi fermentasi biologis. Selain itu, produk sampingan berupa protein pakan juga diperoleh selama proses tersebut.

"Proyek ini akan mengubah gas buang industri yang mengandung karbon monoksida menjadi bahan bakar bersih, dan mengurangi emisi karbon sekitar 180.000 ton per tahun," papar Mo Junhong, general manager perusahaan itu. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023