Ini menjadi atensi Kapolri sebagaimana arahan Presiden Jokowi untuk memberantas tindak pidana narkotika secara komprehensif
Jakarta (ANTARA) - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyelamatkan jutaan orang dari pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang jaringan narkoba internasional yang dikendalikan Fredy Pratama.

Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada di Jakarta, Selasa, mengatakan pengungkapan sindikat jaringan narkoba terbesar di Indonesia itu merupakan hasil pengembangan kasus selebgram asal Palembang, Sumatera Selatan, Adelia Putri Salma (APS) yang memperlihatkan gaya hidup mewah melalui media sosial.

Berdasarkan analisa Bareskrim, jumlah orang yang terselamatkan dari sindikat narkoba Fredy Pratama sejak tahun 2020 hingga 2023 mencapai 51.116.346 jiwa.

Setelah ditelusuri, penyidik Direktorat Reserse Narkoba Bareskrim Polri menemukan Fredy Pratama sebagai gembong narkoba terbesar di Indonesia.

"Kami mengapresiasi kerja keras jajaran dan terima kasih atas kolaborasi lintas instansi dan negara dalam menangani perkara ini," kata Wahyu.

Mantan Asisten Kapolri Bidang SDM itu menegaskan bahwa pengungkapan kasus narkoba tersebut sebagai preseden baik sehingga pelaku harus dimiskinkan untuk memberi efek jera.

Berdasarkan penyelidikan, Wahyu menjelaskan jaringan narkoba besar tersebut mendistribusikan barang haram itu dengan modus mengamuflasekan dengan kemasan teh China.

Baca juga: Bareskrim sita aset jaringan narkoba Fredy Pratama

Jaringan tersebut mengendalikan sindikat narkoba dari Thailand dengan target pangsa pasar di Malaysia dan terutama Indonesia.

Kabareskrim mengungkapkan penyidik tidak hanya menangani kasus narkoba, namun mendalami juga unsur tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai tindak kejahatan lanjutan.

"Komitmen Polri untuk memastikan kartel narkotika tidak beroperasi lagi. Ini menjadi atensi Kapolri sebagaimana arahan Presiden Jokowi untuk memberantas tindak pidana narkotika secara komprehensif, sebagai langkah taktis melindungi masyarakat dan membangun Indonesia yang lebih baik," kata Wahyu menegaskan.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa menambahkan penyidik menyita barang bukti dan aset senilai Rp273 miliar dari sindikat Fredy Pratama di Palembang (Sumatera Selatan), Bekasi (Jawa Barat), dan Kalimantan Selatan.

"Ada kemungkinan masih akan meningkat," kata Mukti.

Baca juga: Polda Kalsel sita aset Rp43,93 miliar jaringan gembong Fredy Pratama

Untuk tindak pidana narkoba, barang bukti yang disita terdiri atas sabu-sabu sebanyak 10,2 ton (sudah dimusnahkan sebagian, tersisa 120 kilogram belum dimusnahkan), ekstasi 116.346 butir (sudah dimusnahkan), uang tunai Rp4,82 miliar, saldo pada 406 rekening yang telah diblokir senilai Rp28,7 miliar, kendaraan sebanyak 13 unit senilai Rp6,5 miliar, dan bangunan enam unit senilai Rp15 miliar. Nilai total aset Rp55,02 miliar.

Sedangkan barang TPPU yang disita oleh Bareskrim Polri berupa tanah dan bangunan terletak pada tiga lokasi di Malang (Jawa Timur), satu unit apartemen di Jakarta, tanah dan bangunan pada sembilan lokasi di Barito Utara (Kalimantan Tengah). Kemudian di Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) disita tanah dan bangunan pada 13 lokasi, Kota Surabaya (satu lokasi), Jakarta Barat (dua lokasi), Sleman, DIY, (satu lokasi), dan Bali (tiga lokasi).

Kemudian aset perbankan sebanyak 109 rekening, kendaraan 13 unit, serta aset tersangka Fredy Pratama di Thailand senilai Rp75 miliar. Estimasi nilai keseluruhan aset mencapai Rp111,83 miliar.

Selain itu, Polres Bandara Soetta, Tangerang, juga menyita aset uang tunai sebesar Rp31,6 miliar sehingga jumlah aset yang disita dari TPPU sekitar Rp273,45 miliar.

Apabila ditotal jumlah barang bukti dan aset yang disita dari perkara narkoba dan TPPU mencapai Rp10,5 triliun, terdiri atas sabu-sabu seberat 10,2 ton dengan nilai sekitar Rp10,2 triliun, 116.346 butir pil ekstasi senilai Rp63,99 miliar, dan aset lain senilai Rp273,45 miliar.

Baca juga: Mabes Polri sita aset tersangka TPPU narkoba di Barito Utara

Dalam perkara ini, pelaku dijerat dengan pasal primer, yakni Pasal 114 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berupa mengedarkan narkotika golongan I, subsider Pasal 112 Ayat (2) Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Tindak pidana pencucian uang dengan Pasal 137 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," jelas Mukti.

Keberhasilan pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional ini merupakan hasil kerja sama DIrektorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dengan Polisi Diraja Malaysia, Royal Malaysian Customs Departement, Royal Thai Police, DEA Jakarta, DEA Bangkok, Kejaksaan Agung, PPATK, BNN, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Ditjen PAS dan Imigrasi Kemenkumham, serta Divisi Hubinter Polri.

Baca juga: Presiden ingin ada terobosan pemberantasan dan penanganan narkoba
Baca juga: Bareskrim ungkap 4 kasus narkoba kelas “kakap” sepanjang Agustus
Baca juga: Bareskrim sita barbuk TPPU senilai Rp 89 miliar dari bandar narkoba


Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023