Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir mengatakan, hampir seluruh masyarakat Indonesia berpotensi memiliki penyakit diabetes melitus.
 
"Orang Indonesia hampir semuanya berpotensi (memiliki diabetes). Kita semua berpotensi, terutama di Indonesia makanan manis merajalela di mana-mana," katanya dalam acara gelar wicara terkait diabetes, yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kemarin, YouTube uji coba Playables hingga cegah komplikasi diabetes
 
Pria yang akrab disapa Dokter Koko itu mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merekomendasikan batasan konsumsi gula harian dengan tidak lebih dari 50 gram/hari.
 
Namun menurutnya, masih terdapat sejumlah kalangan masyarakat yang mengonsumsi gula melebihi batas yang dianjurkan oleh Kemenkes.
 
"Dari situ lah, mengapa banyak masyarakat Indonesia yang berpotensi memiliki penyakit diabetes," ujarnya.

Baca juga: Cegah komplikasi berat diabetes melitus pada anak dengan deteksi dini
 
Hal tersebut, kata Dokter Koko, diperburuk dengan kebiasaan olahraga rutin yang tidak dilakukan oleh semua orang, serta kecanggihan teknologi yang menyebabkan beberapa kalangan menjadi malas bergerak.
 
Selain itu, sambungnya, juga ditambah dengan penyakit diabetes bawaan genetik yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit diabetes.
 
Kebiasaan makan yang kurang baik, kata dia, juga berpengaruh dalam peningkatan potensi penyakit diabetes di Indonesia.
 
"Di Indonesia, sebagian orang merasa belum makan kalau bukan nasi, akhirnya makan nasi, lauk mi, dan kerupuk. Jadi serba karbo gula. Mulai dari gula kompleks pada nasi, mi, dan diperparah dengan minum teh manis," ucapnya.

Baca juga: Kenali gejala diabetes melitus pada anak dan penanganannya
 
Oleh karena itu, sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono mengajak masyarakat untuk menjadi smart eater dengan cara memilah secara cerdas ragam makanan yang akan dikonsumsi guna mencegah dampak buruk obesitas.
 
"Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat menjadi smart eater atau cerdas untuk makan. Jadi sebelum dia makan, sebelum beli makanan, dia baca dulu kalorinya berapa, sehingga bisa diperhitungkan dampaknya," kata Wamenkes (24/7).

Baca juga: Komplikasi akibat diabetes mengancam tubuh bagian atas hingga bawah
 
Ia mengatakan, indeks masa tubuh pada anak dapat dihitung dengan rumus membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat) untuk mengetahui status gizi yang didapat.
 
"Kalau indeks masa tubuh dia lebih dari 25, disebut obesitas, kalau 25 sampai 30, dia obesitas 1, dan lebih dari 30 termasuk obesitas 2," katanya.
 
Sedangkan pada dewasa, kata Wamenkes Dante, hal terpenting adalah mengukur lingkar perut. Pada laki-laki tidak boleh lebih dari 90 sentimeter dan perempuan 80 sentimeter.

Baca juga: Lansia penderita diabetes di Denpasar diedukasi Prolanis
Baca juga: Vaksinasi influenza dinilai penting bagi penyandang diabetes
Baca juga: Kemenkes gandeng swasta dalam menangani diabetes di daerah terpencil

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023