Jakarta (ANTARA) - Setelah beberapa bulan pengujian, TikTok akhirnya meluncurkan produk e-commerce-nya, TikTok Shop, di Amerika Serikat, di mana mereka memiliki lebih dari 150 juta pengguna.

Sebagai bagian dari peluncuran ini, perusahaan membawa fitur-fitur seperti tab belanja khusus di layar utama, belanja melalui video langsung, iklan yang bisa dibeli, dan program afiliasi untuk pencipta konten.

TikTok telah menguji inisiatif e-commerce-nya di Amerika Serikat sejak November tahun lalu. Selama beberapa bulan terakhir, perusahaan telah menambahkan lebih banyak penjual ke dalam uji coba ini.

ByteDance telah melakukan eksperimen dengan berbagai format belanja di berbagai pasar, seperti Inggris dan banyak negara Asia Tenggara.

"TikTok Shop memberdayakan merek dan pencipta untuk terhubung dengan pelanggan yang berinteraksi berdasarkan minat mereka, dan menggabungkan kekuatan komunitas, kreativitas, dan perdagangan untuk memberikan pengalaman belanja yang mulus," kata perusahaan tersebut dalam sebuah pos blog.

Baca juga: Melindungi UMKM lokal dari "predatory pricing" di platform digital

Pencipta konten dapat menandai produk untuk memudahkan pengguna dalam membeli barang dari video dalam feed dan video langsung. Suatu merek juga dapat membuat portofolio produk mereka sendiri yang dapat diakses dari halaman profilnya.

TikTok Shop juga memiliki tab khusus, yang diluncurkan di pasar lain pada bulan Juni, yang memungkinkan pengguna mencari produk berbeda, menemukan produk melalui rekomendasi, menjelajahi item dalam berbagai kategori, dan mengelola pesanan mereka.

Selain memungkinkan merek untuk meng-hosting produk mereka di platform ini, ByteDance juga menyediakan solusi logistik dalam program "Dipenuhi oleh TikTok," bersama dengan metode pembayaran yang aman.

TikTok mengatakan kepada TechCrunch bahwa perusahaan telah mendaftarkan lebih dari 200.000 penjual di produk TikTok Shop. Selain itu, lebih dari 100.000 pencipta telah mendaftar untuk program Afiliasi.

Baca juga: TikTok Indonesia tegaskan tak terapkan perdagangan lintas batas

Pekan ini, Bloomberg melaporkan bahwa banyak pengguna AS telah melihat tombol belanja di aplikasi mereka. Tapi itu hanya merupakan tampilan untuk produk-produk murah atau tiruan dari China. Sementara eksekutif TikTok memberi tahu The New York Times bahwa lebih dari 90 persen penjual di TikTok Shop berbasis di AS.

Di Inggris, ByteDance telah menjual produk dari anak perusahaan mereka sendiri di TikTok. Bagian baru ini, yang debut pada bulan Juni, disebut "Trendy Beat" dan dilaporkan menjadi tantangan bagi Shein dan Amazon, sesuai dengan laporan Financial Times.

Di AS, TikTok bertujuan untuk memanfaatkan popularitas tren seperti #TikTokMadeMeBuyIt, baik dari hashtag maupun istilah tersebut telah mendapatkan miliaran views.

Perusahaan ini menghadapi persaingan ketat di sektor e-commerce dari Amazon dan Shien, yang kabarnya sedang merencanakan IPO. Bulan lalu, laporan dari The Information mengklaim bahwa TikTok berencana untuk melarang tautan e-commerce pihak ketiga. Namun, ByteDance membantah klaim tersebut.

Dengan peluncuran TikTok Shop, jaringan sosial ini mungkin akan mengumpulkan lebih banyak data dari pengguna, termasuk rincian keuangan, pola belanja, dan alamat.

Perusahaan ini segera menekankan bahwa semua data ini untuk pengguna AS disimpan di negara tersebut dan dikelola oleh USDS — unit terpisah yang mengelola data AS. Namun, pengumpulan data tambahan ini masih dapat menarik perhatian legislator, banyak dari mereka yang telah menuntut pelarangan aplikasi ini. Demikian disiarkan Techcrunch, Selasa (12/9).

Baca juga: Mendag bedakan izin penjualan di e-commerce dan social commerce
 

Penerjemah: Fathur Rochman
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023