Makassar (ANTARA) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar focus group discussion (FGD) di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Jumat, untuk membedah lima proposal sistem kenegaraan yang ditawarkan oleh lembaga negara tersebut

Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, mengatakan, pihaknya telah menerima aspirasi dari banyak komponen masyarakat, baik kalangan purnawirawan TNI Polri, raja dan sultan, masyarakat adat, organisasi masyarakat dan profesi, akademisi dan aktivis.

"Sehingga kami sampai pada kesepakatan untuk menawarkan lima proposal penyempurnaan dan penguatan azas dan sistem bernegara," ujarnya di hadapan sivitas akademika UMI.

La Nyalla menyebut lima proposal yang ditawarkan DPD RI yakni pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan komponen masyarakat secara utuh tanpa ada yang ditinggalkan.

Kedua, kata dia, membuka peluang anggota DPR RI berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, sehingga anggota DPR tidak hanya diisi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja.

"Hal ini sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan undang-undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja, tetapi juga secara utuh dibahas oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi," ujarnya.

Ketiga, kata La Nyalla, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di era Orde Baru.

"Dengan komposisi utusan daerah yang berbasis sejarah negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama di kepulauan nusantara, yaitu raja dan sultan, serta suku dan penduduk asli nusantara,: ujarnya.

Begitu juga dengan utusan golongan yang bersumber dari organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama bagi Indonesia.

Keempat, kata Ketu DPD RI ini, memberikan ruang pemberian pendapat kepada utusan daerah dan utusan golongan terhadap materi rancangan undang-undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan undang-undang di DPR.

Dia menyebut proposal terakhir yakni menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem demokrasi Pancasila.

"Itulah lima proposal yang kami tawarkan berdasarkan hasil serap aspirasi kami di seluruh penjuru tanah air. Selanjutnya adalah dari mana kita mulai langkah untuk mewujudkan hal tersebut," ujar mantan Ketua PSSI itu.

Selanjutnya, kata dia, upaya atau langkah yang diambil untuk mewujudkan itu, yakni semua komponen bangsa ini harus membangun kesadaran kolektif bangsa ini.

"Pekerjaan besar itu adalah, bangsa ini membutuhkan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita. Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini," ujarnya.
 

Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023