Beberapa luka akan sembuh seiring perjalanan waktu, tetapi lewatnya waktu juga bisa menimbulkan jenis luka-luka yang lain. Anda harus bisa memahami, menerima dan mengatasinya. Anda harus membangun suatu hidup baru di atas luka-luka itu
Tokyo (ANTARA News) - Penulis Jepang Haruki Murakami telah mengirim "pesan pribadi" kepada para korban pemboman Boston Marathon dengan menyatakan ia juga merasakan luka akibat serangan dalam lomba lari kesukaannya itu.

"Maka, meskipun dari jarak jauh, saya bisa membayangkan betapa hancur dan tidak berdaya perasaan warga Boston tentang bencana yang menimpa 'lomba tahunan' itu," tulis Murakami yang dimuat di majalah New Yorker berjudul "Boston, Dari Satu Warga Dunia yang menamakan dirinya Pelari".

"Sesuatu yang seharusnya murni sudah dicemari, dan saya --juga sebagai warga dunia yang menyebut diri pelari -- ikut terluka."

Murakami mengatakan pernah tinggal di pinggiran Boston selama tiga tahun termasuk dua tahun menjadi siswa tamu di Universitas Tufts dan setahun di Harvard serta mengikuti Boston Marathon sebanyak enam kali.

"Saya sudah ikut maraton di seluruh dunia, tetapi setiap ditanya mana yang paling saya sukai, saya tidak pernah ragu untuk menjawab: Boston Marathon," tulisnya dalam bahasa Jepang yang kemudian diterjemahkan, seperti yang dilaporkan AFP.

Murakami membandingkan proses pemulihan bekas luka yang disebabkan oleh serangan itu dengan melewati pendakian bukit di bagian akhir jalur maraton dalam lomba tersebut.

"Sakit yang sesungguhnya mulai terasa ketika berhasil menaklukkan `bukit Heartbreak` dan berlari turun, kemudian mencapai tempat datar... jalanan kota," ujarnya.

"Luka emosional mungkin sama. Luka yang sesungguhnya akan terjadi setelah masa berlalu, setelah kita mengatasi keterkejutan dan segala sesuatunya mulai mapan."

"Hanya saat sesudah mendaki lereng dan muncul ke dasar kita akan merasa betapa menderitanya kita selama itu. Bom Boston mungkin meninggalkan luka batin untuk jangka waktu yang lama," kata Murakami dalam tulisannya di New Yorker.

Dua kakak beradik dari etnik Chechen, Tamerlan Tsarnaev (26) yang kemudian tewas oleh tembakan polisi dan adiknya Dzhokhar (19), dituduh melakukan peledakan yang menyebabkan tiga orang meninggal dan 264 korban mengalami luka di ajang olahraga bergengsi itu.

Murakami mengenang kembali saat ia mewawancara keluarga korban meninggal dan penyintas serangan gas syaraf terhadap penumpang kereta bawah tanah di Tokyo tahun 1995.


Penerjemah: Maria D. Andriana

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013