Surabaya (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengajak seluruh anggota Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI) untuk senantiasa menggelorakan semangat kebangsaan dan nasionalisme berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
 
"FKPPI sudah jelas, anak dari Purnawirawan TNI-Polri termasuk TNI-Polri yang masih aktif. Prajurit TNI dan Polri pasti memegang teguh Pancasila dan Sapta Marga dalam denyut nadinya. Sehingga putra-putrinya sudah seharusnya terdidik dalam suasana kebatinan yang sama," ujar LaNyalla dalam Dialog Kebangsaan di peringatan HUT ke-45 FKPPI Jawa Timur yang mengusung tema "FKPPI Mempertahankan Keutuhan Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045", di Surabaya, Sabtu.
 
Senator asal Jawa Timur ini mengutip pernyataan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara yang mengingatkan betapa pentingnya semangat kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi.

Baca juga: Basarah: Sikap politik GM FKPPI harus mengacu pada politik kebangsaan
 
"Ki Hajar Dewantara tahun 1928 sudah mengingatkan; Jika anak didik tidak kita ajar dengan kebangsaan dan nasionalisme, maka mungkin mereka di masa depan akan menjadi lawan kita," kata dia.
 
Karenanya ia mempertanyakan jiwa kebangsaan dan nasionalisme FKPPI jika ada anggotanya yang tidak ingin mempertahankan Pancasila sebagai falsafah dasar negara, atau bahkan rela jika bangsa ini meninggalkan Pancasila demi teori-teori demokrasi liberal ala barat.
 
"Karena banyak dari generasi muda, bahkan kaum intelektual yang menyederhanakan pandangannya, bahwa sistem demokrasi Pancasila identik dengan Orde Baru. Padahal Sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut sama sekali belum pernah kita terapkan secara benar. Baik di Era Orde Lama, maupun di Era Orde Baru," kata pria yang lahir di Jakarta dan besar di Surabaya itu.

Baca juga: Ketua MPR minta FKKPI jaga Pemilu 2024
 
Ia menjelaskan sistem yang berasas pada Pancasila itu belum pernah diterapkan di era Orde Lama. Saat itu perjalanan bangsa ini diwarnai dinamika politik yang kuat. Bahkan sempat berganti sistem menjadi negara serikat. Pada akhirnya, melalui Dekrit 1959, Presiden Soekarno menjadikan sistem ini sebagai sistem demokrasi terpimpin.
 
Begitu pula dengan Era Orde Baru, sistem ini tidak pernah diterapkan secara benar. Meskipun MPR RI adalah lembaga tertinggi negara yang memilih dan memberi mandat presiden, tetapi Presiden Soeharto mampu mereduksi kekuatan MPR sehingga menjelma sebagai kekuatan presiden. Bukan penjelmaan rakyat yang utuh. Karena partai politik saat itu dikerdilkan. Utusan Daerah disempitkan representasinya, dan Utusan Golongan ditunjuk oleh presiden.

Baca juga: Bamsoet: FKPPI siap kawal dan sukseskan Pemilu 2024
 
Pada Era Reformasi, masih kata dia, dengan dalih penguatan sistem presidensial, pemisahan kekuasaan, pendekatan trias politica dan sebagainya, kemudian dilakukan Amandemen Konstitusi di tahun 1999-2002.
 
"Amandemen yang dilakukan bangsa ini pada tahun 1999 hingga 2002 telah menghasilkan konstitusi baru, sistem bernegara yang dijalankan sama sekali baru. Dan celakanya, konstitusi baru tersebut telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas konstitusi dan norma hukum tertinggi. Karena justru menjabarkan nilai- nilai individualisme dan liberalisme," ungkap pria yang pernah menjadi ketua umum PSSI itu.
 
Pria asli Bugis itu mengajak semua komponen bangsa untuk kembali ke sistem pemikiran para pendiri bangsa, yakni sistem yang sesuai dengan watak dasar bangsa kepulauan yang super majemuk ini.

Baca juga: Ormas mitra Polri mengecam pernyataan Kamaruddin Simanjuntak
 
"Yaitu sistem yang mengikat antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945, untuk kemudian kita sempurnakan melalui Amandemen dengan teknik Adendum,” ujar dia.
 
Ia juga menyampaikan bahwa dari Dialog Kebangsaan FKPPI Pusat pada 12 September lalu yang disimpulkan oleh Profesor Yudi Latif, telah disepakati bahwa FKPPI Pusat mendukung gerakan untuk kembali ke fitrah negara Pancasila dengan jalan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 untuk kemudian dilakukan penyempurnaan melalui amandemen dengan teknik adendum.

Baca juga: FKPPI berkontribusi jaga stabilitas untuk dukung pembangunan Jakarta
 
"Jadi sudah seharusnya FKPPI di Jawa Timur dan FKPPI di seluruh Indonesia mengikuti kesepakatan tersebut. Kita semua harus solid," ajak dia.
 
Dalam kesempatan tersebut, LaNyalla juga menyampaikan 5 Proposal Kenegaraan DPD RI. Dalam proposal tersebut, selain mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN, serta penegakan hukum dan HAM.

Baca juga: Ini harapan Menko Polhukam terhadap FKPPI

Sementara itu, Ketua PD 13 KB FKPPI Jawa Timur, Priyo Effendi, mengucapkan Terima kasih atas wejangan LaNyalla. Menurut Priyo, LaNyalla merupakan orang yang penuh nasehat, penuh kenangan baginya maupun bagi FKPPI Jawa Timur.
 
"LaNyalla telah berbuat untuk orang banyak, juga untuk FKPPI. Beliau adalah orang yang konsisten. Bung Nyalla orang lempeng yang sekarang sudah jadi pemimpin. Kita Doakan semakin naik derajatnya. Saya ini bukan hanya kenal lama, juga kenal baik. Beliau jujur, sederhana dan lurus," ujarnya.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2023